TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih melaporkan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu kepada Dewan Kehormatan Pelaksana Pemilu (DKPP). Laporan tersebut berkaitan dengan keputusan Bawaslu, yang telah meloloskan sejumlah caleg mantan napi korupsi di daerah.
Anggota Koalisi, Hadar Nafis Gumay, mengatakan, dengan laporan ini, pihaknya berharap DKPP dapat mengambil peran dalam sengketa antara Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU berbeda pandangan dengan Bawaslu mengenai larangan eks napi korupsi maju sebagai caleg.
Baca: Hanura Pertanyakan Alasan Bawaslu Loloskan Caleg Eks Napi Korupsi
“Bawaslu seharusnya mengawasi KPU, melihat apakah KPU menjalankan PKPU-nya (Peraturan KPU) atau tidak. Bukan mempermasalahkan PKPU-nya,” kata Hadar di gedung DKPP, Senin, 3 September 2018.
Sengketa ini berawal dari keputusan Bawaslu yang meloloskan caleg dengan rekam jejak pernah menjadi narapidana korupsi. Sejauh ini tercatat ada 12 caleg yang diloloskan Bawaslu daerah meski berstatus eks napi korupsi. Langkah Bawaslu itu bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, yang berisi larangan mantan napi korupsi maju sebagai caleg. KPU tetap kukuh melaksanakan larangan tersebut.
Baca: Pengamat: Bawaslu Loloskan Caleg Napi Korupsi Bisa Picu Masalah
Hadar menyayangkan sikap Bawaslu, yang menurut dia tidak sesuai dengan fungsi lembaga itu sendiri.
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, sempat mengatakan keputusan lembaganya ini didasarkan pada Pasal 28 j Undang-Undang Dasar 1945. "Dasar keputusannya adalah hak konstitusional warga negara. Pasal 28 j menyatakan, jika ingin disimpangi, maka penyimpangannya melalui undang-undang," ucap Rahmat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 September 2018.
Aktivis antikorupsi, Donal Faris, yang juga tergabung dalam koalisi ini, mengatakan seharusnya sudah tidak ada lagi sengketa seperti ini. Sebab, KPU sudah memberikan kesempatan dalam Uji Publik PKPU, yang mengundang berbagai stakeholder.
Tahap itu, kata Donal, memberikan kebebasan, termasuk dari parpol, untuk mengutarakan bila berkeberatan. “Mulai jadi masalah ketika PKPU dianggap bertentangan dengan undang-undang. Seharusnya sudah tuntas di proses harmonisasi," ujarnya.