TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan sidang sengketa Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024. Bagaimana kemungkinan hasil putusan MK tersebut menurut para pakar?
Pakar kepemiluan UI Titi Anggraini
Pakar Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, memperkirakan MK tidak akan mengabulkan permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md untuk mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 02, Prabowo-Gibran, dalam perselisihan hasil Pilpres.
"Kalau sampai pada diskualifikasi (Prabowo-Gibran) sih, saya meragukan MK akan sampai pada konklusi itu," kata Titi saat dihubungi Tempo pada Senin, 8 April 2024.
Menurut dia, MK tidak hanya mempertimbangkan hasil suara dalam PHPU Pilpres kali ini. Titi menyatakan bahwa hal ini sudah terlihat dari pemanggilan empat menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang pada Jumat, 5 April 2024 yang lalu.
Dalam sidang terakhir tersebut, MK memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Titi memperkirakan MK tidak akan mencabut kelayakan pasangan calon nomor urut 02, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. "Kalau sampai diskualifikasi sih, saya meragukan MK akan sampai pada konklusi itu," ujar Titi.
Selanjutnya, dia menjelaskan mengapa MK kemungkinan besar tidak akan mencabut kelayakan pasangan calon nomor urut 02. Pertama, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengajukan permasalahan terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Hal ini menarik perhatian karena MK sendiri turut serta dalam pembuatan putusan tersebut. "Jadi, tidak mungkin MK menggunakan PHPU dengan menempatkan Putusan 90 sebagai suatu pelanggaran," tutur Titi.
Titi juga menyatakan bahwa alasan kedua adalah terkait dengan validitas pencalonan Gibran yang dipengaruhi oleh pelanggaran etik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dia, tanggung jawab atas kesalahan tersebut ada pada KPU.
Dia menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman perselisihan hasil Pilkada sebelumnya, MK tidak pernah mencabut kelayakan calon akibat pelanggaran yang dilakukan oleh KPU. "Saya meyakini akan ada kejutan dari Putusan MK. Sesuatu yang akan berkontribusi bagi perbaikan pemilu Indonesia, terdekat setidaknya menjadi pembelajaran untuk Pilkada 2024," ujar Titi.
Pakar politik Unand Asrinaldi
Pakar politik dari Universitas Andalas (Unand), Asrinaldi, memprediksi akan ada gugatan yang diterima dan ditolak MK. “Gugatan seperti apa yang diminta pemohon 01 dan 03 itu bisa saja terjadi karna, bukti-bukti yang dihadirkan sudah cukup menurut hakim konstitusi,tapi persoalannya apakah semua yang didalilkan diterima itu yang perlu keyakinan hakim apakah bukti-bukti mengarah pada terstruktur, sistematis dan masif. Dari bukti-bukti menunjukan ada yang diterima dan ditolak oleh hakim konstitusi,” kata Asrinaldi, Sabtu, 20 April 2022.
Menurut Asrinaldi, pelanggaran yang dilakukan KPU terkait prosedur pendaftaran Gibran tidak akan menggugurkan kemenangan Prabowo meski hal ini juga bermasalah secara etika.
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana
Denny Indrayana memprediksi MK akan menolak permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Hal ini meskipun diskualifikasi cawapres 02, Gibran Rakabuming Raka, memungkinkan.
Denny Indrayana menuturkan, jika mengacu pada putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengatur batas usia capres dan cawapres, ada tiga hakim konstitusi yang menolak pencalonan Gibran, yaitu Suhartoyo, Saldi Isra, dan Arief Hidayat. Sehingga hanya butuh satu hakim MK lagi untuk memungkinkan diskualifikasi putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi itu.
"Tapi dalam praktiknya, saya menduga hakim-hakim lebih condong untuk konservatif dan hanya mengusulkan beberapa rekomendasi perbaikan Pilpres 2024, serta menolak permohonan paslon 01 dan 03," kata Denny kepada Tempo, Sabtu, 20 April 2024.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini menjelaskan, setelah putusan 90, MK tidak pernah berhasil keluar dari kerangkeng putusan yang problematik tersebut. Putusan MK selanjutnya, ujar Denny, justru makin menguatkan putusan 90.
"Saya khawatir itu yang akan menjadi putusan di hari Senin, karenanya dia (putusan MK) akan punya kekuatan legalitas hukum secara teoritik, tapi kehilangan legalitas sosial-moral di hadapan masyarakat dan semangat konstitusi Indonesia," ujar Denny.
AMELIA RAHIMA SARI \ TIARA JUWITA
Pilihan Editor: Anies Yakin Hakim MK akan Buat Putusan Berani Besok