TEMPO.CO, Jakarta - Hasil putusan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 yang akan dibacakan pada Senin, 22 Oktober 2024, berpeluang imbang. Pasalnya, hakim MK yang menangani perkara ini berjumlah genap, yakni delapan dari sembilan hakim MK
Perkara sengketa Pilpres 2024 ditangani delapan dari sembilan hakim MK lantaran hakim konstitusi Anwar Usman tak diperkenankan terlibat dalam perkara PHPU 2024. Hukuman ini diberikan kepada mantan Ketua MK itu setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat berdasarkan putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) nomor 2/MKMK/L/11/2023.
Delapan hakim konstitusi yang bertugas menangani sengketa Pilpres 2024 adalah Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, serta para anggota yaitu Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani. Berikut profil mereka:
1. Suhartoyo
Dilansir dari laman MK, Suhartoyo adalah Ketua MK sejak 9 November 2023 menggantikan Anwar Usman. Ia dipilih melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Adapun Anwar dicopot dari jabatan Ketua MK karena terbukti melanggar kode etik terkait perkara syarat usia minimal capres-cawapres.
Suhartoyo kelahiran 64 tahun silam di Sleman, tepatnya pada 15 November 1959. Sebelum akhirnya menjadi hakim MK, dia tercatat pernah berkarier di sejumlah kantor pengadilan. Suhartoyo pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung pada 1986. Dia lalu menjadi hakim PN di beberapa kota hingga 2011.
Suhartoyo dilantik menjadi hakim MK menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu dan disumpah dihadapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 17 Januari 2015. Pada 2020, Mahkamah Agung memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Suhartoyo sebagai hakim konstitusi.
2. Saldi Isra
Joko Widodo resmi melantik Saldi Isra sebagai hakim konstitusi yang ketika itu menjabat Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas untuk menggantikan Patrialis Akbar pada 11 April 2017. Sebelum terjun sebagai hakim MK, pria kelahiran Paninggahan, Solok, ini sempat mengabdi di Universitas Andalas hampir 22 tahun lamanya sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana.
Ia lulus dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia, pada 2001. Kemudian pada 2009, ia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dengan predikat lulus Cum Laude. Setahun berlalu, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
3. Arief Hidayat
Arief dilantik menjadi hakim konstitusi pada 1 April 2013 di Istana Negara oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing. Pria kelahiran Semarang ini bukan orang baru di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.
Ia banyak menjadi pengajar dalam perjalanan kariernya. Selain aktif mengajar, ia pernah menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
4. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia. Wanita kelahiran Pangkal Pinang ini terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi yang ketat.
Sebelum menjadi hakim MK, Enny merupakan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan akademisi yang mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM). Enny pun terlibat aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara.
Dia pernah membentuk Parliament Watch bersama dengan Ketua MK periode 2008–2013, Mahfud MD, pada 1998. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator.
5. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh
Daniel Yusmic Pancastaki Foekh terpilih sebagai hakim konstitusi menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah menyelesaikan masa tugasnya pada 7 Januari 2020. Daniel menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.
Perjalanan hidup Daniel lekat dengan dunia aktivis. Ia tercatat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang sejak terdaftar menjadi mahasiswa pada 1985. Setelah lulus dari Universitas Nusa Cendana pada 1990, ia mengikuti tes wartawan profesional pada 1991 di Yogyakarta, namun ia tak lolos dalam tes tersebut.
Daniel pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta, Ketua Partisipasi Kristen Indonesia (PARKINDO) Cabang Jakarta Pusat, Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN DKI Jakarta, serta Ketua Umum Badan Pengurus Perwakilan GMIT (Gereja Masehi Injili Timor) di Jakarta 2013–2017.
Lalu Ketua Bidang Hubungan Kerjasama Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK) DKI Jakarta, Pengurus Nasional Perkumpulan Senior (PNPS GMKI) dan Sekretaris Umum Badan Kerja Sama (BKS) PGI-GMKI 2014–2019.
6. Guntur Hamzah
Guntur Hamzah lahir di Makassar pada 8 Januari 1965. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana hukum (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar pada 1988 dan Pendidikan magister hukum (S2) pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 1995. Pendidikan Doktor (S3) pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya ,rampung pada 2002 dengan predikat kelulusan atau yudisium “cum laude”.
Di samping sehari-hari melaksanakan tugas negara, Guntur Hamzah juga menulis di beberapa jurnal dalam dan luar negeri, serta menghasilkan karya buku yakni Hukum Tata Niaga Produk Pertanian (Hakikat, Urgensi, dan Fungsi), Peradilan Modern (Implementasi ICT di Mahkamah Konstitusi), Birokrasi Modern (Hakikat, Teori, dan Praktik), serta Konstitusi Modern (Hakikat, Teori, dan Penegakannya) yang diterbitkan oleh PT Radja Grafindo Persada (Rajawali Pers), Jakarta, pada 2022.
7. Ridwan Mansyur
Perjalanan karier Ridwan Mansyur dimulai sebagai calon hakim pada Pengadilan Negeri Bekasi pada 1986. Jabatan sebagai hakim dimulai pada Pengadilan Negeri Muara Enim pada 1989. Dua setengah tahun berselang, ia beralih tugas menjadi hakim pada Pengadilan Negeri Arga Makmur Bengkulu Utara.
Kemudian, pada 1998, ia ditugaskan menjadi hakim pada Pengadilan Negeri Cibinong. Empat tahun berikutnya, setelah mengikuti short course pada UTS Sidney dalam bidang Intellectual property rights (IPR), Ridwan Mansyur dimutasi menjadi hakim pada Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat hingga pertengahan 2006.
8. Arsul Sani
Arsul Sani menjabat sebagai hakim konstitusi sejak 18 Januari 2024 setelah dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta. Ia merupakan hakim konstitusi yang dipilih dan diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menggantikan Wahiduddin Adam yang purna tugas karena telah berusia 70 tahun.
Sebelum menjadi hakim MK, Arsul Sani pernah menjabat sebagai anggota DPR RI. Sejumlah penghargaan pernah diterima Arsul selama bertugas sebagai wakil rakyat antara 2014-2023, yakni dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Kordinatorat Wartawan Parlemen (KWP) DPR/MPR/DPD RI, Moslem’s Choice, dan Badan Musyawarah Antar Gereja-Lembaga Keagamaan Kristen Indonesia (Bamag LKKI), hingga Diaspora Networks (IDN)-Global, Obsession Media Group (OMG). Arsul juga memperoleh bintang Darma Pertahanan Utama dari Kementerian Pertahanan RI pada 2023.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Pilihan Editor: Pakar Prediksi Hakim Tolak Gugatan Sengketa Pilpres karena MK Tersandera Putusan 90