TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengatakan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merupakan ancaman bagi demokrasi Indonesia masa mendatang.
“Ada sebuah fakta yang tidak terbantahkan karena Prabowo sendiri yang mengatakan Indonesia harus dipimpin seorang yang diktator,” kata Ikrar saat dihubungi Tempo, Minggu, 29 Juni 2014.
Ikrar mengatakan apa pun yang terkait dengan Adolf Hitler merupakan hal yang tabu dan haram untuk dibangkitkan. Di Eropa, terutama Jerman, isu kebangkitan fasisme dan Nazi dianggap sebagai sebuah bahaya.
Menurut Ikrar, sejarah telah membuktikan bahwa ideologi yang berbau fasisme dan Nazi merupakan ideologi yang berbahaya. Namun yang disesalkan oleh Ikrar, Prabowo-Hatta justru ingin dibangkitkannya di Indonesia.
Ikrar menduga slogan Indonesia Bangkit yang menjadi andalan Prabowo-Hatta hampir sama dengan slogan yang dipakai oleh rezim pemerintahan Jerman di bawah kendali Hitler, yakni Deutschland, Erwache!, yang berarti Jerman, Bangkitlah!
Musikus Ahmad Dhani, pendukung Prabowo-Hatta, juga tampil memakai atribut Nazi dalam video kampanye. Menjadi hal aneh karena tim pemenangan dan kubu Prabowo tidak mempersoalkan sikap Dhani tersebut.
Beberapa waktu lalu, Allan Nairn, seorang jurnalis investigasi, membocorkan wawancaranya dengan Prabowo. Dalam wawancara tersebut, Prabowo banyak berbicara mengenai fasisme, kediktatoran, sampai pada hal yang menyinggung sosok Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Dalam penggalan wawancara, Prabowo mengatakan, “Indonesia belum siap untuk demokrasi.” Prabowo juga berujar, “Indonesia butuh rezim otoriter yang jinak. Keragaman etnis dan agama adalah penghalang demokrasi,” seperti dikutip dari blog Allan Nairn.
Menurut Ikrar, pernyataan yang diujarkan Prabowo itu sangat berbahaya bagi Indonesia. Karena itu, Ikrar berharap masyarakat Indonesia dapat terbuka mata hatinya ketika memilih calon presiden. “Jangan sampai Indonesia kembali dipimpin rezim yang otoriter,” tutur Ikrar.
Namun Ikrar yakin masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah, dapat menjadikan fakta ini sebagai pertimbangan untuk memutuskan pilihannya pada 9 Juli mendatang.
DINI PRAMITA