TEMPO.CO, Jakarta - Kehadiran artis dalam pencalonan anggota legislatif, baik tingkat daerah maupun tingkat pusat, memang bukan fenomena baru. Keterlibatan mereka di dunia politik, menurut pengamat politik dari Universitas Airlangga, Dimas Oky Nugroho, tidak dipungkiri sebagai vote getter atau pendulang suara. Melibatkan artis atau kalangan yang terkenal di masyarakat merupakan salah satu inovasi partai politik.
"Fenomena vote getter menjadi populer karena partai hanya bekerja lima tahun sekali menjelang pemilu," kata Dimas saat hadir dalam acara Ngobrol Tempo di cafe Eatology, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Februari 2014.
Menurut Dimas, upaya melibatkan artis dalam kancah perpolitikan tidak hanya terjadi di Indonesia. Di beberapa negara, hal tersebut juga lumrah terjadi. "Di negara lain, artis pun sering diundang hadir dan mau terlibat dalam pemutusan kebijakan," ujarnya.
Dimas mengatakan, sayangnya, di Indonesia, kinerja partai memang hanya terlihat menjelang pemilu. Selebihnya tidak terlihat bagaimana mereka berupaya melakukan pendidikan terhadap para kader sehingga dapat menciptakan calon-calon pemimpin, terlepas mereka datang dari kalangan artis maupun aktivis.
Menurut Dimas, saat pemilu kembali tiba, artis yang mengikuti ajang pemilihan jelas harus memiliki kualitas dan kapabilitas yang cukup untuk mewakili rakyat, bukan hanya mengambil suara rakyat.
AISHA
Topik Terhangat
Migas Seret Ibas | #SaveRisma | Jokowi | Bhatoegana | PRT Istri Jenderal |
Berita Terpopuler
Eric Clapton Batal Manggung di Bangkok
Jupe Tuding Twitter Salah Satu Penyebar Isu Suap
Film Steve Jobs Akan Dibuat Ulang
50 Pemusik dan Penyanyi Brasil Tampil di Java Jazz
Cate Blanchett Diprediksi Menang Oscar