Gde Sumarjaya Linggih memberi penjelasan yang lebih terbuka. Dia terus terang mengakui kepindahannya ke Komisi Agama, Sosial, Urusan Peranan Wanita di DPR akan meningkatkan elektabilitasnya di pileg 2014 nanti. “Saya lebih mudah memperjuangkan hal-hal yang riil bagi masyarakat Bali,” ujarnya. Hal riil yang dimaksud Demer adalah kucuran bantuan untuk pembangunan tempat ibadah seperti pura, masjid dan gereja.
Menurut Demer, situasi politik saat ini memang membuat ukuran kinerja seorang caleg incumbent dinilai dari keberhasilannya mengucurkan dana hibah dan bansos untuk konstituennya. Ini, menurut dia, karena tingkat pendidikan dan ekonomi sebagian besar konstituen masih rendah sehingga karya nyata yang bisa dilihat dan dirasakan langsung menjadi lebih penting daripada kapasitas dan kapabilitas seseorang.
Demer menjamin tidak ada skenario besar dari para caleg incumbent di Senayan untuk berusaha terpilih kembali dengan menggelembungkan besaran dana bansos dan hibah pada APBN 2014. Meski begitu, Demer mengakui pentingnya dana ini. Pasalnya, kata dia, secara ideologis dan kepartaian, para pemilih saat ini sangat cair. "Jumlah pemilih yang fanatik partai di Bali diperkirakan hanya berkisar 20-30 persen saja," kata dia. Sebagian besar pemilih lebih melihat manfaat dan karya nyata yang diberikan caleg untuk kesejahteraan mereka.
Kini memang terpulang kembali pada para pemilih. Mau silau dengan kucuran dana ratusan juta menjelang pemilu lalu memilih mereka yang sudah duduk di Senayan atau memberi kesempatan pada wajah baru yang punya rekam jejak panjang di akar rumput. Tentu amat disayangkan jika mekanisme demokrasi lima tahunan kita akhirnya bukan ditentukan oleh kompetensi dan integritas para calon, melainkan diukur dari siapa yang bisa mengucurkan duit paling banyak buat pemilih.
ROFIQI HASAN
Berita Terpopuler:
SBY Tolak Gelar Jenderal Besar dari TNI
Akal-akalan Merebut Lagi Kursi Pakai Duit Negara
Luthfi Hasan Ditahan, Darin Mumtazah Tak Tahan
Konferensi Pers Anas, Pagi Ini
7 Hal Unik Akibat Cuaca Dingin Ekstrem
Sawo dan Kisah Keturunan Diponegoro yang Tercerai-berai