TEMPO.CO, Jakarta - Aparatur negara baik dari kalangan militer, kepolisian, hingga sipil diwanti-wanti agar tetap netral selama pesta demokrasi Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Dugaan yang mengarah kepada sikap tidak netral oleh Polri, TNI, dan Aparatur Sipil Negara atau ASN bermunculan belakangan ini.
Silang pendapat soal netralitas Polri dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 terjadi di Komisi III DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Pemeliharaan Keamanan Polri, Rabu, 15 November kemarin. Politikus Gerindra menyebut polisi sudah netral, sedangkan Politikus PDIP bilang masih meragukan netralitas aparat seragam coklat itu.
Politikus Partai Gerindra Wihadi Wiyanto menduga ada skenario sebagai korban atau playing victim dalam kasus aparat kepolisian yang mendatangi kantor DPC PDIP Kota Solo beberapa waktu lalu. Menurut dia, Polri selama menghadapi Pemilu 2024 telah netral.
“Justru kita harus jaga Polri, jangan seakan-sekan ada orang playing victim, ini yang jadi masalah,” kata Wihadi dalam rapat di Komisi III DPR bersama Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri dan jajarannya, Rabu, 15 November 2023.
Lantas seperti apa aturan netralitas TNI, Polri, dan ASN dalam Pemilu?
Menjelang Pilpres 2024, netralitas aparat pertahanan dan keamanan dalam Pemilu 2024 dikhawatirkan publik. Hal ini karena dekatnya pucuk pimpinan mereka dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Jokowi disinyalir mendukung paslon nomor urut dua Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Kepala negara juga dituding berupaya memenangkan kandidat tersebut hingga muncul opsi pemakzulan.
Dinukil dari Koran Tempo edisi Kamis, 16 November 2023, Panglima TNI yang baru Agus Subiyanto dan Kapolri Listyo Sigit memang dekat dengan presiden. Keduanya disebut-sebut sebagai bagian dari “Geng Solo”, sebuah kelompok elite di seputar Istana yang merintis karier mereka bersama Jokowi sejak ia menjadi Wali Kota Solo. Bukan tidak mungkin Jokowi memanfaatkan relasinya tersebut.
Kuatnya rumor mengenai tidak netralnya aparatur pertahanan dan keamanan dalam Pemilu 2024 bahkan mendorong Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat membentuk Panitia Kerja Netralitas TNI pada awal November lalu. Panitia kerja yang beranggotakan unsur DPR dan pemerintah, termasuk di dalamnya Kapolri serta Panglima TNI, ini akan menjadi bagian penting dari upaya mengatasi berbagai potensi pelanggaran prinsip netralitas tentara dan polisi di lapangan.
Adapun isu netralitas aparat kembali beredar kencang menyusul kesaksian politikus Partai Perindo, Aiman Witjaksono yang menuding aparat tidak netral dalam Pemilu 2024 berdasarkan temuannya. Gara-gara itu, dia dilaporkan atas tuduhan melanggar UU ITE menyebarkan berita bohong tentang Polri. Padahal, kata Aiman, dirinya tidak menyinggung Polri sebagai institusi melainkan hanya menceritakan ada personelnya yang diduga mendukung salah satu capres.
Netralitas TNI
Netralitas TNI merupakan amanah dalam pelaksanaan reformasi internal TNI sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau TNI. TNI juga mengeluarkan Buku Saku Netralitas TNI pada Pemilu dan Pilkada yang berlaku di lingkungan TNI. Sejumlah larangan bagi Prajurit TNI selama proses penyelenggaraan Pemilu, yaitu:
1. Memberi komentar, penilaian, mendiskusikan, pengarahan apa pun berkaitan dengan kontestan Pemilu kepada keluarga atau masyarakat.
2. Secara perorangan atau fasilitas berada di arena tempat penyelenggaraan Pemilu.
3. Menyimpan dan menempel dokumen, atribut, benda lain yang menggambarkan identitas peserta Pemilu di instansi dan peralatan milik TNI.
4. Berada di arena Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pelaksanaan pemungutan suara.
5. Secara perorangan, satuan, fasilitas, atau instansi terlibat pada kegiatan Pemilu dalam bentuk berkampanye untuk menyukseskan kandidat tertentu, termasuk memberi bantuan dalam bentuk apa pun di luar tugas dan fungsi TNI.
6. Melakukan tindakan dan atau pernyataan apa pun yang dilakukan secara resmi yang bertujuan atau bersifat mempengaruhi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) serta Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih).
7. Secara perorangan, satuan, fasilitas, atau instansi menyambut dan mengantar peserta kontestan.
8. Menjadi anggota KPU, Panwaslu, Panitia Pemilih, Panitia Pendaftar Pemilih, peserta dan atau juru kampanye.
9. Terlibat dan ikut campur dalam menentukan menetapkan peserta Pemilu baik perorangan atau kelompok partai.
10. Memobilisasi organisasi sosial, agama dan ekonomi untuk kepentingan Parpol atau calon tertentu.
Selain itu, untuk menjaga netralitas ASN sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Keputusan Besar atau SKB Nomor 2 tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. Menanggapi hal ini, Panglima TNI Laksamana saat itu, TNI Yudo Margono pada Senin, 24 Juli 2023, kembali menyebutkan lima poin netralitas TNI saat Pemilu, yaitu:
1. Tidak memihak dan tidak memberi dukungan kepada partai politik mana pun beserta paslon yang diusung serta tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.
2. Tidak memberikan fasilitas tempat atau sarana dan prasarana milik TNI kepada paslon dan parpol untuk digunakan sebagai sarana kampanye.
3. Keluarga prajurit TNI yang memiliki hak pilih (hak individu sebagai warga negara), dilarang memberikan dalam menentukan hak pilih.
4. Tidak memberikan tanggapan, komentar, dan meng-upload apa pun terhadap hasil quick count sementara yang dikeluarkan oleh lembaga survei.
5. Menindak tegas prajurit TNI dan PNS yang terbukti terlibat politik praktis, memihak, dan memberi dukungan partai politik beserta paslon yang diusung.
Selanjutnya: Bagaimana netralitas Polri dan netralitas ASN?