TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan potensi kecurangan pada Pemilu 2019 sangat kecil. Lantaran, di setiap tahapan seperti pemungutan dan penghitungan suara semuanya dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat.
Baca: Jumlah DPT Bertambah, KPU Kebut Penambahan Logistik Pemilu 2019
“Pemungutan dan penghitungan suara dilakukan di ruang terbuka yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi,” ujar Wahyu kepada Tempo, di Jakarta, Selasa, 9 April 2019.
Menurut dia, sedikit apapun celah kecurangan bakal terpantau oleh masyarakat. Bahkan, Ia mengatakan ketika proses penghitungan suara masyarakat diperbolehkan untuk mendokumentasikan formulir C1.
“Pada saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS kita kan mendorong partisipasi secara luas. Bahkan, masyarakat dapat mendokumentasikan Hasil pemilu dengan memotret formulir C1 pleno,”katanya.
Cara-cara seperti itu, Wahyu mengatakan merupakan upaya agar masyarakat bisa memantau hasil Pemilu dengan baik. Sehingga, ia menuturkan tuduhan-tuduhan kecurangan bisa dibantahkan.
“Itu supaya kepercayaan masyarakat terhadap proses Pemilu bisa kami dijaga. Kalau kemudian masyarakat tidak percaya maka hasil Pemilu tidak dipercaya,” ujarnya.
Sebelumnya, kubu calon presiden nomor urut 02 menuduh Pemilu kali ini terdapat kecurangan yang sistematis. Bahkan, ancaman mengerahkan massa diumbar oleh kubu tersebut apabila ditemukan kecurangan pada proses Pemilu.
Sementara itu, pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno mengatakan, adanya tuduhan kecurangan pada Pemilu bakal mendelegitimasi proses pesat demokrasi ini. Akibatnya, masyarakat tidak akan percaya pada lembaga negara dan juga akan membuat gaduh. “Kalau dibuat tidak percaya pasti ada kegaduhan,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 9 April 2019.
Menurut dia, apabila ada calon yang tidak puas dengan hasil Pemilu bisa protes melalui jalur yang sudah disediakan. Karena, menurutnya menggiring opini masyarakat bahwa ada kecurangan pada Pemilu tidak akan memberikan solusi. “Kalau misalnya ada sengketa ya di MK, bukan di jalanan. Karena itu tidak akan memberikan solusi,” katanya.
Simak juga: KPU Medan Belum Bisa Berikan Formulir Pindah TPS ke Mahasiswa
Terkait ancaman people power, Adi menilai bahwa hal tersebut sah-sah saja dalam demokrasi. Namun, dalam konteks Pemilu yang kini telah dibuat aturan dan mekanismenya, hal tersebut menjadi tidak relevan. “People power sah-sah saja. Tapi dalam Pemilu kan sekarang ada Undang-undangnya. Kalau ada sengketa ya gugat di MK” kata Adi.