Begini Asal Mula soal Nama dan Gerakan Golput di Indonesia

Reporter

image-gnews
TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -Seperti pada pemilu dan pemilihan presiden periode-periode sebelumnya, gerakan Golput atau Golongan Putih kembali marak menjelang pemilu serentak 2019, April mendatang. Kontroversi soal Golput ini memanas baik di media sosial maupun dalam kenyataan sehari-hari.

Akademisi dan Sosilog Ariel Heryanto menceritakan, istilah golput muncul jelang Pemilu pada Juli 1971. "Gerakan itu dirintis anak-anak muda yang ikut mendirikan Orde Baru, setelah membantu tentara menjatuhkan pemerintahan demokrasi terpimpin Soekarno," tulis dia melalui pesan surel kepada Tempo, Jumat, 25 Januari 2019.

Berita terkait: Pengamat yakin Angka Golput di Pilpres 2019 Tak Mengkhawatirkan

Pada Pemilu 1971, ada sejumlah partai politik (parpol) dan satu organisasi yang menjadi peserta. Parpol yang berlaga saat itu adalah Partai Katolik, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Persatuan Tarbiah Islamiah (Perti), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan Golongan Karya (Golkar) untuk pertama kalinya sebagai peserta Pemilu.Ratusan Srikandi Aliansi Masyarakat Jakarta melakukan aksi simpatik untuk menolak golput di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta (10/7). Mereka menyerukan kepada warga jakarta untuk mencoblos dan menggunakan hak suaranya dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 11 Juli 2012. TEMPO/Amston Probel

Sekelompok anak-anak muda itu kecewa lantaran tata politik Orde Baru yang dinilai penuh tipu muslihat penguasa lewat Pemilu. Kelompok ini membuat semacam simbol yang bisa melambangkan golput. "Bentuk logonya segilima," kata Ariel.

Ariel menjelaskan, kelompok ini menyebut diri Golput karena ingin menusuk bagian yang putih atau marjin pada kertas suara. Bukan salah satu gambar partai yang bersaing. Dengan kata lain, kelompok ini merusak kertas suara mereka dengan sengaja dan aktif untuk mengurangi atau merongrong keabsahan pemilu.

"Menurut mereka, politik golput ini berbeda dari sikap pasif, yang tidak datang ke kotak suara dan tidak ikut pemilu sama sekali," kata Ariel.

Majalah Tempo edisi 19 Juni 1971 menulis, istilah Golput belum digunakan pada Maret dan April 1971. Saat itu, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia Max Wajong menggunakan sebutan 'menjadi penonton yang baik'.

Iklan
image-banner
Scroll Untuk Melanjutkan

Istilah Golput pun muncul beberapa waktu kemudian, yakni melalui tulisan mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Kebayoran bernama Imam Walujo Sumali. Di Majalah Tempo di edisi yang sama, Imam menulis artikel berjudul Partai Kesebelas untuk Generasi Muda.

Tulisan ini lahir setelah beberapa diskusi dengan tokoh-tokoh parpol dan Golkar. Intinya, untuk memunculkan gagasan partai kesebelas, selain sembilan parpol dan satu Golkar yang bertarung dalam Pemilu 1971.

"Partai kesebelas ini menampung suara dari generasi muda dan siapa saja yang tidak mau memilih parpol-parpol dan Golkar yang ada sekarang," demikian kutipan pada Tempo, 19 Juni 1971. Partai itu lantas dinamakan Imam sebagai Partai Putih, dengan gambar putih polos.

Dalam penjelasannya, Imam menganjurkan bagi yang memilih Partai Putih dalam Pemilu 1971 agar menusuk bagian putih yang ada di sela-sela atau diantara kesepuluh tanda gambar parpol dan Golkar.

Gerakan ini kemudian membesar. Beberapa tokohnya adalah: Arief Budiman, Imam Walujo, Husin Umar, Marsilam Simandjuntak, Asmara Nababan, dan Julius Usman. Mereka menamakan diri kelompok opisisi mulai bergerak.

Partai Putih yang tanpa tanda gambar lalu bertransformasi menjadi golongan putih yang memiliki simbol gambar segilima hitam di atas dasar putih polos.

ANDITA RAHMA | MAJALAH TEMPO

Iklan


Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemilu 2024: Dampak Pemungutan Suara Ulang

18 Februari 2024

Ilustrasi pemilu. REUTERS
Pemilu 2024: Dampak Pemungutan Suara Ulang

Selain memastikan Pemilu 2024 berlangsung jujur dan adil, namun pemungutan suara ulang ternyata juga memiliki dampak negatif. Apa saja?


Tak Ingin Golput di Pemilu 2024, Tantri Kotak Akui Masih Galau Tentukan Pilihan

10 Februari 2024

Tantri Syalindri atau Tantri Kotak. Foto: Instagram/@tantrisyalindri
Tak Ingin Golput di Pemilu 2024, Tantri Kotak Akui Masih Galau Tentukan Pilihan

Tantri Kotak mengaku masih galau mentenukan pilihan tapi juga tak ingin golput dalam Pemilu 2024


Ternyata Mengajak Golput Bisa Dijatuhi Sanksi Pidana, Begini Aturannya

9 Februari 2024

Ilustrasi Golput. REUTERS
Ternyata Mengajak Golput Bisa Dijatuhi Sanksi Pidana, Begini Aturannya

Menjadi golput alias tak gunakan hak pilih dalam Pemilu merupakan hak politik warga negara Indonesia. Tapi, sanksi pidana bagi mereka mengajak golput.


Golput Pernah Jadi Sebuah Gerakan, Berikut 6 Kerugian Tak Gunakan Hak Pilih Saat Pemilu

9 Februari 2024

Ilustrasi golput. Rnib.org.uk
Golput Pernah Jadi Sebuah Gerakan, Berikut 6 Kerugian Tak Gunakan Hak Pilih Saat Pemilu

Golputt pernah menjadi sebuah gerakan pada 1971. Ternyata, sejumlah kerugian akibat tidak gunakan hak memilih dalam Pemilu. Apa saja?


Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Sastrawan Goenawan Mohamad dalam acara peluncuran buku
Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.


Tokoh Lintas Agama Ajak Masyarakat Tak Golput di Pemilu 2024

5 Februari 2024

Forum Peduli Indonesia Damai yang terdiri dari Waketum MUI Kyai Marsudi Suhud, Ketum Permabudhi Prof Philip Wijaya, Keuskupan Agung Jakarta Romo Kardinal Ignatius Suharyo, Ketum Matakin Xueshi Budi Tanuwibowo, Ketum PDHI Mayjen Wisnu Bawa Tenaya, Ketum PGI Pdt Gomar Gultom, dan Pimpinan Spiritual Nusantara Sri Eko Galgendu saat menyerukan Indonesia Damai dalam Pemilu 2024 di Grha Oikoumene, Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2024. TEMPO/Bagus Pribadi
Tokoh Lintas Agama Ajak Masyarakat Tak Golput di Pemilu 2024

Forum Peduli Indonesia Damai yang terdiri dari delapan tokoh lintas agama menyerukan damai untuk Pemilu 2024.


Kenapa Orang Pilih Golput saat Pemilu? Ini Alasannya

2 Februari 2024

Ilustrasi kenapa orang pilih golput. Foto: Canva
Kenapa Orang Pilih Golput saat Pemilu? Ini Alasannya

Menjelang Pemilu, tak sedikit orang yang memutuskan untuk golput. Lalu apa sebenarnya alasan orang pilih golput? Berikut ini beberapa dampaknya.


Ingatkan Netizen agar Tidak Golput, Enzy Storia: Hak Suara Kita Penting

31 Januari 2024

Enzy Storia/Foto: Instagram/Enzy Storia
Ingatkan Netizen agar Tidak Golput, Enzy Storia: Hak Suara Kita Penting

Sebagai figur publik, Enzy Storia mengingatkan pengikutnya agar tidak golput dan memilih pemimpin dengan bijak.


Pesan Natal Uskup Agung Jakarta: Situasi Politik Tak Ideal tapi Tak Boleh Golput

26 Desember 2023

Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo (tengah), berbicara saat konferensi pers terkait Misa Natal di Katedral Jakarta pada 25 Desember 2023. (ANTARA/Asep Firmansyah)
Pesan Natal Uskup Agung Jakarta: Situasi Politik Tak Ideal tapi Tak Boleh Golput

Begini pesan Natal Uskup Agung Jakarta selengkapnya yang sentil rezim penguasa juga DPR RI tentang tujuan penyelenggaraan negara.


Cerita Warga Tangerang Mantap dengan Anies, tapi Ragukan Cak Imin

23 Desember 2023

Capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan menghadiri acara Desak Anies di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Desember 2023. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
Cerita Warga Tangerang Mantap dengan Anies, tapi Ragukan Cak Imin

Seorang warga Tangerang menghadiri acara Desak Anies di Jakarta Pusat kemarin. Dia menceritakan sudah mantap dengan Anies, tapi ragukan Cak Imin.