TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mengurangi syarat pencalonan anggota DPD bagi Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang atau Oso. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), caleg DPD wajib mundur dari kepengurusan partai.
Baca: Belum Terima Putusan PTUN, KPU Belum Besikap soal Pencalonan Oso
Fadli mengatakan, muncul opsi KPU akan kembali memasukkan nama Oso dalam daftar calon anggota DPD. Alasannya KPU dihadapkan pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan pencoretan nama Oso dari daftar calon anggota. Dengan syarat, Oso harus mundur dari Partai Hanura sebelum dilantik, jika terpilih nanti.
Opsi itu, kata Fadli, bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Pasal 182 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). MK menafsirkan syarat pencalonan yang harus dipenuhi adalah mundur dari partai politik, yang dibuktikan dengan surat pengunduran diri dan pernyataan tak terlibat kepengurusan dari partai. Selama tak ada bukti mundur, nama kandidat itu tak boleh ada di surat suara.
"Ini untuk syarat pencalonan, bukan berbicara syarat pelantikan," katanya di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, Ahad, 18 November 2018. Jika KPU melakukan opsi di atas, lembaga tersebut menentang putusan MK lantaran mengabaikan syarat pencalonan dan membiarkan pengurus partai politik ikut kontestasi.
Baca: KPU Berhati-hati Jalankan Putusan MA Soal Oso
Fadli mengatakan, KPU juga tak adil jika mencantumkan kembali nama Oso sebagai caleg tanpa mundur dari partai. Pasalnya ada caleg lain yang sudah keluar dari partainya sesuai aturan.