TEMPO.CO, Yogyakarta - Adik tiri Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, GBPH Prabukusumo, ngotot membantah bahwa dia menjadi juru kampanye Partai Golkar. “Enggak benar. Saya tetap netral,” kata Prabukusumo, Senin, 17 Maret 2014.
Padahal, Golkar mencantumkan namanya sebagai juru kampanye. “Dalam surat pemberitahuan Golkar, Pak Prabu jadi jurkam. Dia mewakili tokoh masyarakat,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta Hamdan Kurniawan.
Selain itu, ada surat dari Golkar yang menunjuk Prabukusumo sebagai juru kampanye. Surat itu sudah dia terima. “Saya belum membacanya, karena sibuk,” katanya berdalih. Di halaman rumahnya pun sejumlah kader Golkar yang mengenakan jas partai warna kuning tampak lalu-lalang. Kebetulan, depan rumahnya, Alun-alun Selatan Keraton Yogyakarta, dijadikan lokasi kampanye Golkar, Senin siang, 17 Maret 2014.
Prabukusumo dan sejumlah kerabat Keraton Yogyakarta memang pernah menjadi kader Golkar pada masa rezim Orde Baru. Di antaranya almarhum Sultan Hamengku Buwono IX, ayahnya, dan saudara tirinya, Sultan Hamengku Buwono X dan almarhum GBPH Joyokusumo. Sultan HB X pernah menjabat Ketua Golkar DIY, sedangkan Joyokusumo pernah tercatat sebagai anggota DPR dari Fraksi Golkar. Adapun Prabukusumo pernah menjadi ketua salah satu organisasi pemuda Golkar.
Tapi belakangan dia melompat gerbong ke Partai Demokrat dan menjadi ketua pengurus di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika terjadi polemik soal status keistimewaan Yogyakarta, Prabukusumo hengkang dari partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono ini. Dia menilai Partai Demokrat tak mendukung keinginan Keraton, yakni Sultan otomatis menjadi gubernur. “Saya masih netral. Anggap saja masih trauma (berpolitik),” kata Prabu.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik terhangat:
Kampanye 2014 | Jokowi Nyapres | Malaysia Airlines | Pemilu 2014 | Kasus Century
Berita terpopuler lainnya:
Sindir Megawati, Prabowo: Kalau Manusia...
Sindir Jokowi, Prabowo: Jangan Pilih Capres Boneka
Prabowo Sempat Dilarang Berikan Topi ke Kader
Prabowo Curhat Soal Perjanjian Batu Tulis