TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Ade Armando, menilai berbagai sindiran dan komentar miring terhadap pencalonan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai suatu kewajaran.
Sindiran juru bicara Demokrat, Ruhut Sitompul, termasuk di antaranya. "Itu upaya propaganda menghalangi Jokowi. Itu biasa," kata Ade, Sabtu, 15 Maret 2014. Menurut Ade, majunya Jokowi sebagai capres bisa saja memunculkan anggapan miring bahwa dia berkhianat, tak menepati janji, dan lari dari tanggung jawab. (Baca: Ruhut: Jokowi Capres, Indonesia Tunggu Kehancuran).
Jokowi bahkan juga disebut tokoh yang pro-pengusaha dengan kebijakan yang dia ambil selama dua tahun menjadi Gubernur DKI. Propaganda negatif ini, kata Ade, bisa menghambat langkah Jokowi untuk memenangi pemilihan umum presiden pada Juli nanti. "Agar menang satu putaran, Jokowi perlu kerja keras."
Namun, kata Ade, Jokowi sudah mengantisipasi komentar miring tentang pencapresannya itu secara simbolis. Misalnya, Jokowi sengaja memilih Rumah Si Pitung sebagai lokasi deklarasi. Pitung yang merupakan tokoh legendaris Betawi. Jokowi, menurut Ade, ingin menunjukkan bahwa dia tidak akan menghianati Jakarta. (Baca: Sindiran Ruhut: Jokowi Cuma Modal Wajah Lugu).
Jokowi menerima tantangan maju menjadi calon presiden sebagai bentuk pengabdian kepada negara. "Itu disimbolkan dengan mencium bendera merah-putih, bukan mencium lambang atau bendera partai," ujar Ade. Serangan tokoh dari luar PDIP, kata Ade, juga sangat mungkin dilancarkan untuk membendung laju elektabilitas Jokowi yang terus naik.
Saat ini, berdasarkan survei sejumlah lembaga, elektabilitas Jokowi berada jauh di atas capres lain, seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, dan Wiranto. Satu-satunya capres Demokrat yang dinilai Ade berpotensi mengejar Jokowi adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. "Tapi itu pun elektabilitasnya masih buruk dibanding Jokowi."
Sebelumnya, Ruhut menyebutkan Jokowi belum layak menjadi capres. Alasannya, kemampuan Jokowi dalam memimpin Jakarta belum teruji. Jokowi juga bukan pengurus PDI Perjuangan dan masih meninggalkan banyak masalah di Jakarta. "Siapa dia? Anak kos, anak numpang, kok nyapres," kata Ruhut. (Baca: Sinisnya Ruhut: Jokowi Anak Kos Kok Nyapres?).
IRA GUSLINA SUFA