TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menambah aturan dalam Undang-Undang Pilkada perihal calon tunggal yang kalah dari kotak kosong pada Pilkada 2024 tidak boleh mengikuti pilkada ulang pada tahun depan.
“Ini cuma tambah satu ketentuan untuk menjawab yang menyebutkan kalau kotak kosong menang, calon tunggal yang kalah tidak boleh ikut lagi Pilkada 2025,” ujar Usep dalam diskusi bertajuk 'Fenomena Pilkada 2024 Bersama atau Melawan Kotak Kosong' yang dipantau secara daring dari Jakarta pada Rabu, 11 September 2024.
Dia berkaca pada pemilihan kepala desa yang apabila hanya ada calon tunggal maka ditantang dengan keberadaan tanaman bambu di mana pemilih bisa memasukkan lidi atau yang lainnya sebagai penanda tidak memilih calon tunggal.
“Kalau kemudian bumbung kosongnya menang, calon kepala desa pada pilkades berikutnya tidak boleh nyalon lagi,” ujar Usep.
Hal serupa, kata dia, juga terjadi di pemilihan kepala daerah atau pilkada ulang Kota Makassar. Pada Pilkada 2018, pasangan tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) kalah dari kotak kosong.
Ketika dilakukan pilkada ulang pada 2020, Munafri Arifuddin yang berpasangan dengan Abdul Rahman Bando ikut pemilihan dan kalah dari pasangan Danny Pomanto-Fatmawati Rusdi. “Yang terbukti kalah kenapa harus ikut lagi,” kata Usep.
Dia juga meminta agar syarat pencalonan kepala daerah dipermudah, terutama dukungan jalur perseorangan atau independen dengan mengurangi jumlah persentase dukungan. “Sama balik lagi ke sampling saja, jangan sensus,” ujarnya.
Pilkada Ulang Digelar 2025 Jika Kotak Kosong Menang
Sebelumnya, pada Selasa, 10 September 2024, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyepakati pilkada ulang digelar pada 2025 bila kotak kosong menang melawan calon tunggal pada Pilkada 2024.