TEMPO.CO, Jakarta - Calon anggota legislatif (Caleg) dari Partai Buruh, Muhammad Ridha, menilai pemerintahan Presiden Jokowi belum bisa menjawab tantangan bonus demografi yang dihadapi Indonesia saat ini. Mereka pun mengusung agenda Negara Kesejahteraan (Welfare State) jika nantinya berhasil menembus parlemen pada Pemilu 2024.
Ridha menilai pemerintah saat ini seperti hanya fokus menyediakan upah buruh murah demi membuka lapangan kerja. Dalam diskusi cakap-cakap spesial Pemilu yang ditayangkan di kanal YouTube tempodotco, Ridha menyatakan bahwa bonus demografi seharusnya menguntungkan bagi Indonesia. Dia menyatakan banyak kebijakan pemerintah saat ini justru merugikan para pekerja muda.
"Saya ambil contoh UU Cipta Kerja," kata Ridha dalam diskusi itu.
Menurut dia, gagasan utama UU Cipta Kerja dalam memanfaatkan bonus demografi hanya menyediakan tenaga kerja murah agar investor mau membuka lapangan pekerjaan di Indonesia. Ridha menilai UU Cipta Kerja melupakan aspek jaminan kepada pekerja seperti kepastian kerja, jaminan sosial yang merupakan komponen penting bagi para pekerja muda saat ini.
Kondisi pendidikan di Indonesia tak mendorong pemanfaatan bonus demografi
Selain itu, dia juga menilai tak ada kebijakan pemerintah yang menjawab tantangan produktivitas pekerja seperti yang selama ini dikeluhkan kalangan pengusaha. Meskipun anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) besar, Ridha menyatakan hal itu hanya difokuskan pada pendidikan dasar hingga menengah.
Padahal, menurut dia, produktivitas tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, dan juga penelitian.
"Pendidikan tinggi kita itu salah satu yang paling mahal," kata dia. "Tingkat partisipasi siswa (SMA) untuk masuk ke perguruan tinggi itu hanya 20 persen."
Tidak adanya kepastian kerja, menurut Ridha, juga berimbas pada tingginya tingkat pengangguran di kalangan masyarakat yang berpendidikan tinggi.
"Ini kan problem ekonomi yang tak bisa dijawab oleh pemerintah sekarang," kata dia.
Simak diskusinya di sini:
Selanjutnya, kebijakan pemerintah sangat jauh untuk pemanfaatan bonus demografi