TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan persoalan yang muncul dalam Pemilu 2019 masih bisa diselesaikan oleh penyelenggara. Menurut dia, KPU dan Bawaslu masih menjalankan tugas sebagaimana mestinya. "Saya merasa belum sampai sejauh itu. Tidak diperlukan (Tim Ad Hoc atau Tim Pencari Fakta alias TPF), menurut saya," ujar dia di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 26 April 2019.
Baca juga: Empat Rekomendasi Perludem untuk Evaluasi Pemilu 2019
Arief mengatakan perlu ada edukasi bagi masyarakat biar tidak muncul kebingungan perihal saling tuding kecurangan dari peserta pemilu. "Publik harus kita edukasi supaya mereka paham, dan tahu mana yang dipercaya dan tidak dipercaya informasinya."
Uuslan perluanya tim ad hoc atau TPF itu dilontarkan pendiri lembaga advokasi hukum dan hak asasi manusia Lokataru, Haris Azhar. Tim ini diperlukan untuk menangani persoalan yang terjadi pada Pemilu 2019.
Menurut Haris Azhar, Pemilu 2019 menyisakan sejumlah persoalan penting yang tak cukup hanya ditangani Bawaslu atau KPU. "Melihat banyak masalah yang muncul harus di-back up oleh tim yang ajeg,” kata dia, Selasa, 23/04.
Dia mengklaim sudah megajukan uuslan itu sebelum pemungutan suara 17 April 2019. Sebelum pencoblosan, ia katakan, permasalahan seperti netralitas aparat negara pun belum terselesaikan. Hari ini permasalahan semakin rumit dengan banyaknya petugas KPPS yang meninggal, banyak surat suara tercoblos, C1 yang tertukar, dan sistem online yang ngedrop.
Sebelumnya Bawaslu telah mengumumkan ada 121.993 laporan dugaan pelanggaran pemilu yang masuk ke sistem mereka. Laporan itu berasal dari seluruh pengawas Pemilu di seluruh Indonesia pada saat pemungutan suara. Hingga saat ini Bawaslu telah memproses 7.132 laporan dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi sejak masa kampanye di seluruh Indonesia.
IRSYAN HASYIM