TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menghentikan penanganan kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212 Slamet Maarif. Penghentian kasus itu berdasarkan rekomendasi beberapa pihak.
Baca juga: Minta Mundur, Ketua PA 212 Slamet Maarif Batal Diperiksa Hari Ini
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Tengah Komisaris Besar Agus Triatmaja menyebut tenggat waktu penyidikan kasus itu telah habis. "Penyidik hanya memiliki waktu 14 hari kerja untuk menangani kasus ini," kata dia, Selasa 26 Februari 2019.
Hanya saja, polisi belum melakukan pemeriksaan terhadap tersangka hingga tenggat waktu itu habis. Seperti diketahui. Slamet mangkir dalam dua panggilan yang dilayangkan polisi. Saat panggilan kedua, Slamet tidak hadir dengan alasan sakit flu dan tekanan darah tinggi.
Menurut Agus, penyidik sebenarnya bisa tetap melimpahkan kasus itu ke kejaksaan meski tanpa pemeriksaan tersangka. Namun polisi memilih untuk berkoordinasi dengan posko Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk mengambil keputusan.
Gakkumdu yang terdiri atas unsur Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan juga menghadirkan Komisi Pemilihan Umum untuk dimintai pendapat. "KPU dihadirkan sebagai ahli," katanya. Akhirnya, mereka mengambil mufakat bahwa kasus itu tidak dilanjutkan.
Agus menyebut ada beberapa alasan yang mengemuka dalam rapat tersebut. "Mens rea atau niat belum bisa dibuktikan lantaran tersangka belum bisa diperiksa," katanya. Sedangkan perwakilan dari KPU sendiri masih bersilang pendapat mengenai adanya unsur kampanye dalam kasus itu.
Agus menegaskan bahwa penghentian kasus tersebut telah menjadi kesepakatan dari semua unsur dalam Gakkumdu. "Sebenarnya bisa lanjut, tapi akhirnya semua sepakat untuk dihentikan," katanya.
Baca juga: Kubu Jokowi Minta Ketua PA 212 Tersangka Tak Dikaitkan Anti-Islam
Sebelumnya, Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif disangka melanggar pasal 280 Undang Undang tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur tentang larangan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu. Atas pelanggaran itu, Slamet diancam pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta (pasal 492 UU Pemilu), atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta (pasal 521 UU Pemilu).