TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Eva Kusuma Sundari, menyayangkan banyaknya bakal calon legislatif atau bacaleg yang lompat partai menjelang pemilu 2019.
Menurut Eva kinerja DPR bisa semakin buruk dengan fenomena banyaknya kader yang pindah partai. "Sudah lama kinerja DPR enggak terlalu bagus. Ditambah banyaknya migrasi bacaleg, ini akan membuat semakin enggak bagus," ujar Eva di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 19 Juli 2018.
Baca: Begini Cara KPU Deteksi Bakal Caleg Mantan Napi Korupsi
Dengan banyaknya bacaleg lompat partai, ujar Eva, maka DPR akan kebanjiran pergantian antar-waktu (PAW). "Kalau PAW itu kan butuh proses belajar. Enggak bisa orang masuk ke DPR langsung paham. Situasi ini betul-betul jadi turning poin terendah kita," ujar dia.
Politikus Golkar Zainuddin Amali mengatakan, ada empat hal yang membuat kader satu partai bisa berpindah. Pertama, tidak begitu kuatnya ikatan ideologis antara kader atau caleg dengan partai awal.
Simak: Punya Sepuluh Bacaleg Artis, PDIP: Kami Tak Sembarang Merekrut
Kedua, faktor konflik internal di partai. Ketiga, probabilitas kelangsungan partai. "Dengan ambang batas 4 persen, orang tentu akan berpikir ulang," ujar Amali di lokasi yang sama. Terakhir, ujar dia, dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini, maka kompetisi sangat terbuka baik antara bacaleg partai maupun di internal.
Sejumlah politikus menyeberang ke partai politik lain selama masa pembukaan pendaftaran calon legislator untuk Pemilihan Umum 2019. Salah satu partai politik yang ditinggalkan sebagian kadernya adalah Partai Golkar.