TEMPO.CO, Jakarta - Setiyardi Boediono mengaku mencetak 100 ribu eksemplar tabloid Obor Rakyat di setiap edisi. Dia mengaku tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk menerbitkannya.
"Ini murah sekali, di bawah seribu rupiah (per eksemplar)," kata pemimpin Obor Rakyat itu saat menjadi pembicara dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 Juni 2014.
Setiyardi mengatakan penerbitan Obor Rakyat tak memakan biaya banyak lantaran jumlah halamannya tak banyak. Dia membandingkan biaya cetak itu dengan media nasional, seperti majalah Tempo dan harian Kompas yang jumlah halamannya sangat banyak. (Baca: Buat Obor Rakyat, Wartawan Ini Pakai Nama Palsu)
Menurut Setiyardi, seluruh biaya percetakan dibayar melalui uang pribadi dan sumbangan sejumlah kawan. Dia menolak membeberkan identitas para penyumbang itu. Dia membantah duit itu berasal dari gajinya sebagai Komisaris PT Perkebunan Nusantara XIII. "Saya sedang cuti," tuturnya. (Baca: Buat Obor Rakyat, Wartawan Ini Pakai Nama Palsu)
Setiyardi mengklaim tabloid yang diterbitkannya itu merupakan produk jurnalistik yang dilindungi undang-undang. Menurut dia, kubu calon Joko Widodo tak perlu melaporkan dirinya ke kepolisian. Obor Rakyat, ujar dia, memberikan ruang kepada Jokowi untuk mengklarifikasi isi berita. (Baca: Tim Jokowi Laporkan Pimred Obor Rakyat ke Polisi)
Sebelumnya, Ketua Dewan Pers Indonesia Bagir Manan mengatakan Obor Rakyat tidak layak dikatakan sebagai produk pers. Konsekuensinya, sang pemilik bisa dilaporkan ke kepolisian lantaran tulisan kontroversial yang dimuat tabloidnya. "Apabila ada yang melapor, akan terjadi delik aduan yang bersifat pidana," kata Bagir saat dihubungi pada Jumat lalu.
Bagir mengatakan tabloid ini tidak memiliki badan hukum pers sebagai syarat utama. Selain itu, tutur dia, cara yang ditempuh Obor Rakyat untuk mendapatkan data atau tulisan tidak layak dikatakan sebagai produk jurnalistik karena bersifat menuding dan tanpa memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk melakukan klarifikasi.
Obor Rakyat beredar di sejumlah masjid dan pesantren di Pulau Jawa. Dua edisi tabloid itu memuat berita-berita negatif tentang Jokowi. Akibatnya, tim pemenangan calon presiden nomor urut 2 itu melaporkannya ke Badan Pengawas Pemilu dan Markas Besar Kepolisian karena dianggap menyebarkan kampanye gelap.
TRI SUHARMAN
Terpopuler
Keluarga Korban Penculikan Temui Pimpinan DPR
Puasa Perbarui Sistem Kekebalan Tubuh
MA Hukum KPK Bayar Rp 100 Juta