TEMPO.CO, Purwokerto - Sedikitnya 41 pasien rumah sakit jiwa di Banyumas, Jawa Tengah, diperbolehkan mencoblos pada pemilihan presiden 9 Juli mendatang. Komisi Pemilihan Umum Banyumas bahkan sudah mempersiapkan tempat pemungutan suara untuk mereka.
"Mereka boleh memilih," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Banyumas, Jawa Tengah, Unggul Warsiadi, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 12 Juni 2014.
Ia mengatakan kepastian pasien boleh memilih ditentukan setelah ada surat edaran dari KPU. Menurut Unggul, data tersebut disesuaikan dengan daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah disahkan. Menurut dia, tidak semua data itu teridentifikasi lengkap.
Data pemilih diberikan oleh otoritas rumah sakit. Dalam data tersebut, pasien hanya ditulis nama tanpa penjelasan alamat, tempat tanggal lahir, dan identitas lainnya.
Bahkan, kata dia, ada sejumlah data pemilih yang hanya ditulis mister X dan tercantum dalam daftar pemilih tetap. "Jumlahnya ada tiga orang yang menggunakan nama mister X, karena tidak ingin diketahui datanya," katanya.
Pengajar ilmu politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Indaru Setyo Nurprodjo, mengatakan, untuk konteks warga negara memiliki hak yang sama dalam politik, tidak menjadi masalah. Namun ia mengemukakan ada konteks yang penting untuk dipertanyakan lebih jauh.
"Kenapa orang yang tidak memiliki kemampuan sehat dalam berpikir dan kejiwaan seperti orang kebanyakan bisa memilih? Apakah juga sebagai bentuk mengakomodasi kelompok marginal lain seperti kaum difabel yang sudah punya hak politik?" katanya.
Selain itu, dia mempersoalkan data yang tidak bisa diakses publik. Lagi pula, kata Indaru, kenapa baru sekarang mereka diikutkan dalam pemilu presiden. "Kenapa dari dulu tidak diikutkan?" katanya.
ARIS ANDRIANTO
Berita lainnya:
KPU Minta Tafsir MK Soal Syarat Menang Pilpres
Megawati Menolak Disebut Mantan Presiden
KPK Panggil Bekas Kepala Dinkes yang Dipecat Atut