TEMPO.CO, Jakarta: Komunitas Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan sudah seharusnya kampus membuka diri terhadap politik agar insan akademis melek politik. "Kalau kampus yang diisi orang baik menghindari poltik, negara akan diurus oleh orang oportunis," kata Koordinator Komunitas, Ammarsjah, kepada Tempo, Ahad, 20 April 2014.
Ammarsjah menjelaskan, idealisme bahwa kampus bukan sebagai tempat ajang politisasi dibangun semenjak era Soeharto. Program Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) yang dimulai 1979, membuat civitas kampus cenderung apolitis.
Walhasil, banyak orang baik yang tidak melek politik. Itu sebabnya, ia berpendapat sekarang bukan waktunya kampus menutup diri dari politik dalam artian positif. Keterbukaan soal politik inilah antara lain yang mendorong Komunitas Alumni ITB mendeklarasikan dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai presiden pada Sabtu lalu di Jakarta.
Ammarsjah menanggapi pengusiran Jokowi, sapaan Joko Widodo, dari kampus ITB oleh Keluarga Mahasiswa ITB pada Kamis lalu. Mahasiswa beralasan ingin menjaga kampus dari politisasi. Tapi, kecaman keburu datang. Apalagi, Keluarga Mahasiswa Islam (Gamais) ITB justru mengundang para politikus partai Islam untuk ceramah pada awal Mei nanti. Hanya dua hari setelah pengusiran, Komunitas Alumni ITB mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi. (Baca: Menolak Jokowi, Ini Alasan Petinggi Mahasiswa ITB)
Mantan aktivis 1998 dari Universitas Indonesia, Budi Arie Setiadi, menerangkan NKK/BKK memang dibuat untuk mengebiri kampus agar tak cawe-cawe persoalan politik. Kebijakan represi ini dipicu gerakan mahasiswa pada 1974 yang menghasilkan peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974.
Pada era pembungkaman kampus, kata dia, mahasiswa hanya diarahkan agar giat belajar lalu lulus dan mencari kerja. Dosen juga hanya diminta mengajar. “Supaya daya kritis kampus terhadap pemerintah mandul,” ucap Koordinator Nasional Kader dan Simpatisan PDI Perjuangan Pro Jokowi (Projo) ini.
Nah, pada 1990-an Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan mencabut NKK/BKK lalu menggantinya dengan Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Kebijakan ini hanya mengakui organisasi kemahasiswaan intra-kampus adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) yang di dalamnya ada Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Lewat gerakan Reformasi 1998, kebijakan mengekang kampus itu dihapuskan. “Lalu muncul kemerdekaan kampus seperti sekarang,” ujar Budi, yang akrab disapa Muni oleh sesama aktivis.
Ia berharap, kemerdekaan kampus dimaknai dengan daya kritis dan proporsional dalam memandang politik. Mahasiswa juga harus cerdas dan berani dalam dalam menyuaran kehendak rakyat. "Harus idealis dan nonpartisan," kata Budi. (Baca: Alumni ITB Deklarasi Dukung Jokowi)
ERWAN HERMAWAN, JOBPIE SUGIHARTO
Topik terhangat:
Pelecehan Siswa JIS | Kisruh PPP | Jokowi | Prabowo | Pemilu 2014
Berita terpopuler:
Bikin Masalah di Sukamiskin, Nazaruddin Dipukul
Mobil Esemka Generasi Terbaru Segera Meluncur
Dul Kini Tinggal dengan Maia Estianty
Siswanya Tenggelam, Wakil Kepsek di Korsel Gantung Diri