TEMPO.CO, Jakarta - Saiful Mujani Research & Consulting mempunyai tiga model koalisi untuk calon presiden 2014. "Dasarnya, komunikasi antar-elite partainya yang bagus, orientasi kebangsaan versus globalisme, dan komplemen partai secara sosiologis," kata Direktur Eksekutif SMRC Saiful Mujani ketika dihubungi Tempo, akhir pekan lalu.
Ia mengatakan, model koalisi itu adalah Gotong Royong Perjuangan Bangsa untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, PKB, Nasdem, dan PKPI. Kedua, koalisi Karya Demokrat dengan anggota Golkar, Demokrat, dan Hanura. Ketiga, koalisi Gerakan Amanat Indonesia yang terdiri atas Gerindra, PAN, PPP, PKS, dan PBB. (Baca: Menjelang Rapim Golkar, JK Sepakat Ical Dievaluasi).
Tapi, dasar koalisi ini terutama harmoni dan kemudahan komunikasi antar-elite dan komplemen secara sosiologis, yakni nasionalis-agama, Jawa-luar Jawa. Saiful mengatakan model koalisi ini tercetus karena hasil perhitungan suara sementara tidak memungkinkan partai untuk maju sendiri. "Koalisi suatu keharusan untuk politik jangka pendek," ujar dia.
Koalisi Gotong Royong Perjuangan Bangsa didasarkan pada komunikasi intens antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. "Komunikasi keduanya bukan instan, butuh waktu yang sangat panjang," kata Saiful. Kata kunci yang bisa membuat Paloh merapat ke PDIP adalah menyebut Bung Karno sebagai politikus terbaik Indonesia. "Ini memudahkan komunikasi Mega dengan Paloh."
Adapun PKB, Saiful mengatakan, basisnya adalah para anggota Nahdlatul Ulama. "Bu Mega ini cocok dengan NU," ujar dia. Dia mencontohkan, saat Pilpres 2004, Mega berpasangan dengan Mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi. Namun, ada sedikit ganjalan bagi PKB untuk merapat ke PDIP. Hambatannya adalah keluarga Gus Dur yang belum akur dengan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB.
Saiful mengatakan ketiga partai ini sudah cukup secara administratif. Ketiganya memiliki sisi komplemen Jawa-luar Jawa serta unsur kalangan Islam. Namun, Nasdem dan PKB harus memberi keleluasaan kepada pemimpin dalam menentukan calon wakil presidennya supaya mempermudah koalisi ini. Nasdem, kata dia, bisa menyodorkan Jusuf Kalla karena Paloh akrab dan elektabilitasnya tinggi. (Baca: PKS Siap Jadi Oposisi).
Muhaimin bisa juga menyorongkan Mahfud Md untuk mendampingi Jokowi. "Saya kira Paloh tidak punya agenda terlalu kuat untuk wapres. Muhaimin masih muda. Tapi mereka harus memberi keleluasaan untuk Megawati dalam menentukan cawapresnya," ujar dia. Cawapres Jokowi, kata dia, juga harus mengambil orang yang berkompeten dan tidak memiliki persoalan politik.
Koalisi kedua, Karya Demokrat yang beranggotakan Golkar, Demokrat, dan Hanura. Secara administratif, perolehan suara ketiganya mencukupi untuk mengusung capres-cawapres. Menurut Saiful, hubungan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dengan SBY cukup bagus sejauh ini. "Pada 2009 Aburizal pernah dipertimbangkan menjadi wapresnya SBY, meski akhirnya yang terpilih Boediono," ujar dia.
Demokrat, kata dia, bisa menyodorkan Pramono Edhie Wibowo sebagai wakil bagi Aburizal. "Aburizal dari Sumatera, ini bisa menyeimbangkan Jawa-Non Jawa." Selain itu, orientasi partai ini juga memiliki kesamaan, seperti kekaryaan dan modernitas. Adapun Hanura, khususnya Wiranto, menurut Saiful, hubungannya dengan Golkar cukup dekat. "Jadi saya kira mudah bagi Hanura kalau bergabung dengan Golkar," kata dia.
Ketiga, koalisi Gerakan Amanat Indonesia beranggotakan Gerindra, PAN, PPP, PKS, dan PBB. Menurut Saiful, saat ini Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto juga sudah menjalin komunikasi dengan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Prabowo juga sudah menjalin komunikasi dengan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. PKS pun sudah terbuka. "Koalisi ini dari sisi kebangsaan cukup majemuk. Prabowo pada masa Orde Baru juga cukup dekat dengan orang-orang islam." Pasangan capres-cawapres dari koalisi ini, menurut Saiful, adalah Prabowo-Hatta Rajasa.
LINDA TRIANITA