TEMPO.CO, Tegal - Ratusan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Tegal, Jawa Tengah, berdesakan di aula untuk mengikuti sosialisasi pemilu legislatif yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Kota Tegal, Rabu, 19 Maret 2014. Namun, Michael, 30 tahun, hanya mondar-mandir di luar ruangan itu.
Lelaki berbadan tegap ini tersenyum sinis mendengar petugas KPU, Saefur Rohim, berceramah ihwal kesamaan hak antara warga di dalam dan luar Lapas dalam menggunakan suara. “Kesamaannya di mana? Kami di sini seperti membeli kucing dalam karung,” kata Michael yang sudah 1,5 tahun menghuni Lapas Tegal karena terjerat kasus narkoba.
Sebab, lapas terlarang bagi partai politik atau organisasi massa untuk kampanye. Larangan bertanggal 21 Februari 2014 dan diteken Kepala Lapas Subintoro itu ditempel di pintu gerbang, tepat di sebelah jendela kecil tempat sipir melongok tamu yang akan berkunjung.
Dengan larangan itu, seluruh warga binaan yang berjumlah 178 orang itu sama sekali tak pernah mendengar nama apalagi melihat wajah calon legislator yang akan mereka pilih pada 9 April mendatang. “Jangankan paham tentang program yang mereka janjikan, lihat posternya saja belum pernah,” ujar Michael, warga Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, itu.
Toh, Michael mengaku akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu legislatif 2014. “Tapi asal coblos, ngawur saja,” katanya yang diganjar 3 tahun penjara itu.
Windiarto, 40 tahun, narapidana lain, malah nekat mengajukan pertanyaan ketika petugas KPU membuka sesi tanya-jawab. “Apakah golput dilarang?” tanyanya. Dia juga menanyakan apakah hukumannya akan diperberat hanya karena tak mau memilih orang yang tak pernah ia kenal.
Pertanyaan itu disambut riuh tepuk tangan penghuni Lapas. “Memang secara hukum tidak ada sanksinya sama sekali. Tapi ada sanksi moral,” kata Saefur. Namun dia tak menjelaskan sanksi moral apa yang akan ditimpakan kepada penghuni bui yang golput. Saefur justru mengimbau agar warga binaan tetap menggunakan hak pilihnya secara rasional. Rasional seperti apa? “Jangan apatis, dendam karena mereka masuk penjara saat pemerintahannya dari partai A,” kata Saefur kepada Tempo.
Menurut Kepala Seksi Pembinaan Anak Didik Lapas Tegal Alex E.S., meski tak ada kampanye di Lapas, penghuni bisa mengenal calon legislator lewat tayangan televisi. “Di blok Lapas ada televisi. Mereka bisa lihat berita,” ujar Alex.
Dari 178 warga binaan di Lapas Tegal, hanya empat di antaranya yang masih di bawah umur. Sebanyak 174 warga binaan itu akan menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS) khusus yang akan dibangun di halaman dalam Lapas. “Tidak ada intervensi dari sipir. Mencoblos atau golput juga bebas. Sesuai asas pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia,” kata Alex.
Namun, Alex berujar, dari pengalaman pemilu sebelumnya, tingkat partisipasi warga binaan Lapas Tegal terbilang tinggi. “Sebagian besar warga binaan tetap menggunakan hak pilihnya. Surat suara yang rusak bisa dihitung dengan jari,” ujarnya.
DINDA LEO LISTY