Bawaslu Kabupaten Malang menggunakan tiga metode dalam melakukan pemetaan kerawanan. Pertama, identifikasi atau pengumpulan data yang bersumber dari panitia pengawas pemilihan umum (panwaslu).
Kedua, melakukan tabulasi terhadap peristiwa yang muncul saat tahapan Pemilu 2024, sejak tahapan pendaftaran peserta hingga rekapitulasi. Ketiga, perumusan atau melaksanakan analisis berdasarkan konstruksi IKP Bawaslu yang selanjutnya disajikan dalam bentuk data laporan mengenai IKP 2024.
Hazairin mengatakan dari hasil pemetaan tersebut muncul tiga kategori kerawanan, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Kategori rendah meliputi 18 indikator, seperti bencana alam, imbauan memilih calon tertentu dari pemerintah daerah, penduduk potensial tetapi tidak memiliki KTP elektronik, dan perlengkapan pemungutan suara yang tak sesuai ketentuan.
Untuk kategori sedang, di antaranya konflik antarpendukung pasangan calon, adanya pemilih tambahan yang melebihi 2 persen surat suara cadangan, dan intimidasi terhadap pelapor pelanggaran pemilihan.
"Yang kategori tinggi ada politik uang, netralitas ASN, TNI, dan Polri, lalu ada pemilih ganda dalam daftar pemilih," ucap dia.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Malang Mohammad Wahyudi menyatakan terus memperkuat kerja sama dengan masyarakat maupun pemangku kebijakan untuk meredam potensi munculnya kerawanan.
Khusus untuk faktor bencana alam, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang terkait mekanisme mitigasi.
"Kalau bencana alam sudah kami koordinasikan dengan BPBD karena ini bisa sewaktu-waktu terjadi karena faktor geografis juga makanya rawan, kalau di sini seperti di Pujon, perbatasan Ampelgading," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk kerawanan nonbencana alam, bisa terjadi di seluruh wilayah kecamatan. "Makanya semua kecamatan tetap jadi perhatian kami," tuturnya.
Pilihan editor: Cak Imin Ungkap Alasan PKB Merasa Cocok dengan Gerindra