TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 telah digelar pada 14 Februari 2024. Di balik gegap gempita pesta demokrasi tersebut, beberapa pihak sebut soal indikasi-indikasi kecurangan ataupun kesalahan sistem dalam merekap data. Penyelesaian masalah tersebut merupakan wewenang dari Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Berikut beberapa pernyataan Bawaslu soal Pemilu 2024.
1. Temukan 19 masalah pemungutan dan penghitungan suara
Sehari setelah Pemilu 2024 terlaksana, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkapkan pihaknya menemukan 19 permasalahan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024. Ia mengungkapkan temuan tersebut berdasarkan hasil patroli pengawasan di 38 provinsi yang dituangkan melalui aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Pemilu (Siwaslu) hingga 15 Februari 2024 pukul 06.00 WIB.
"Bawaslu mengidentifikasi 13 permasalahan pada pelaksanaan pemungutan suara dan 6 permasalahan pada pelaksanaan penghitungan suara," kata Rahmat di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2024.
2. Klaim temukan kasus dugaan intimidasi
Bawaslu juga menemukan kasus dugaan intimidasi kepada pemilih dan penyelenggara pemilihan umum dalam Pemilu 2024. Kasus intimidasi itu berada di 2.632 TPS.
Ancaman kepada pemilih dan petugas penyelenggara pemilu itu tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatra Utara, Lampung, Sumatra Selatan, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
"Salah satunya diiintimidasi, dibentak-bentak," kata Rahmat, di kantor Komisi Pemilihan Umum, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Februari 2024.
Rahmat mengatakan kasus ini masih ditangani petugas TPS dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara atau KPPS. Dia mengatakan pemilih yang mendapat intimidasi bisa melapor ke Bawaslu. "Ada ketentuan pidananya," katanya.
3. Mempersilakan siapa saja audit Sirekap
Rahmat juga mempersilakan siapa saja untuk mengaudit aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap yang digunakan Komisi Pemilihan Umum atau KPU untuk penghitungan suara pada Pemilu 2024.
Sebelumnya, netizen di media sosial X menuding aplikasi SIrekap membuat data salah satu pasangan calon menggelembung. Terdapat sejumlah data yang berbeda antara hasil perolehan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dengan hasil yang tercantum pada Sirekap.
Mengenai hal itu, Rahmat Bagja mengatakan aplikasi Sirekap adalah sistem baru dan kemungkinan ada kekeliruan di dalam sistemnya sehingga isu yang saat ini beredar di masyarakat tidak perlu dikembangkan.
"Sirekap ini sistem baru dan saya kira pasti ada trial dan error-nya, tetapi jangan kemudian dianggap jadi ada penambahan suara. Misalnya, di tampilan 3 juta itu penambahan suaranya. Jadi, jangan kemudian dianggap terhadap calon pasangan tertentu, jangan. Kita berharap ini tidak menjadi isu yang berkembang," ujarnya.
4. Terbuka terhadap kritik
Sebelum dilaksanakannya Pemilu 2024, Ketua Bawaslu mempersilakan pihaknya dikritik. Menurutnya, perspektif masyarakat tidak bisa disetir. “Alhamdulillah, silakan kritik kami, proses sedang berjalan kami tidak ingin proses-proses ini dianggap tidak benar,” kata Rahmat di Media Center Bawaslu RI, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad, 11 Februari 2024.
Menurut Rahmat, Bawaslu telah melakukan tugas dan fungsi, namun mempersilakan masyarakat berperspektif lain. Rahmat mengatakan tak bisa menyetir perspektif masyarakat terhadap kinerja Bawaslu. “Silakan saja mengkritisi Bawaslu, tak ada masalah selama kami melakukan tugas fungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Rahmat.
5. Sebut Sirekap tak jadi penentu hasil akhir Pemilu 2024
Dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat 16 Februari 2024, Rahmat Bagja mengatakan bahwa Sirekap yang digunakan KPU tak menjadi penentu dalam hasil penghitungan suara pemilu.
“Jadi yang paling kita pegang adalah hasil manualnya, rekap manual, bukan Sirekap. Sirekap hanya memberikan informasi bahwa C1 bisa dilihat oleh seluruh warga negara. Itu yang paling penting,” ujar Ketua Bawaslu itu.
ANANDA RIDHO SULISTYA | ANTARA | BAGUS PRIBADI | IKHSAN RELIUBUN
Pilihan Editor: Bawaslu Terima Laporan Kasus Dugaan Mobilisasi Pilihan Pemilih di 2.271 TPS