Meskipun demikian, agenda perubahan yang dia bawa sejak awal tak berjalan dengan mulus. Perempuan yang kini menyandang gelar doktor tersebut mengaku kerap menghadapi hambatan.
Sebagai contoh, ketika dia mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri pada 2019. Saat itu, Hillary Brigitta Lasut tercatat masih duduk di Komisi III DPR. Dia mengaku sempat diremehkan oleh para anggota Komisi III lainnya karena dia masih sangat muda.
"Memang saat saya masuk dengan rambut yang pirang, usia 23 tahun, itu dianggap remeh," kata dia.
Tak hanya itu, Hillary pun mengaku kerap mendapatkan hambatan karena suara rakyat yang dia bela tak sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan partainya dan juga kepentingan pemerintah. Ancaman kepada dirinya sendiri hingga keluarga menjadi hal yang harus dia hadapi.
"Ketika saya menyuarakan suara rakyat yang tak sejalan dengan kepentingan partai, itu saya akan langsung diserang di media, langsung di cut juga," kata dia.
Sebagai contoh, dia mengaku tiba-tiba dicopot dari Badan Legislasi (Baleg) hanya beberapa pekan sebelum pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja. Dia juga digeser dari Komisi III ke Komisi I DPR hanya beberapa pekan sebelum pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Padahal, pada 2019 lalu Hillary yang memang memegang gelar Sarjana dan Master di bidang Hukum sempat menyatakan bahwa RKUHP masuk ke dalam prioritasnya sebagai Anggota DPR RI.
Tak lagi jadi Caleg NasDem dan Harapan untuk anak muda yang akan jadi Caleg
Akibat kerap dianggap membangkang, Hillary pun kini tak lagi masuk ke dalam daftar bakal Caleg Partai NasDem. Dia mengaku sempat mendapatkan banyak tawaran dari partai lain untuk maju sebagai bakal Caleg mereka pada Pemilu 2024, akan tetapi dia belum memutuskan apakah akan kembali bertarung atau tidak.
Meskipun memiliki pengalaman yang pahit, Hillary berpesan kepada para anak muda yang ingin maju menjadi anggota DPR RI untuk tak patah semangat. Bahkan, dia menyarankan agar lebih banyak anak muda yang duduk di Senayan.
Hanya saja, menurut dia, anak muda tersebut harus memiliki kapasitas yang mumpuni dan juga mental yang kuat.
"Karena memang untuk mengubah citra DPR dibutuhkan orang-orang gila yang mau menjalankan fungsi sebagai petugas rakyat, tanpa kehilangan jabatannya. Orang seperti ini sulit untuk ditemui. Bahkan ketika kita berhadapan dengan anak-anak muda yang punya tagline membawa perubahan, toh tidak semua berani untuk menghadapi kekuasaan di hadapannya dia," kata dia.
Dia pun berpesan agar para anak muda yang dinilai belum banyak terkontaminasi untuk tak berhenti masuk ke dunia politik. Pasalnya, menurut dia, DPR merupakan lembaga yang harus diisi oleh orang-orang baik.
"Kalau semua orang-orang baik tidak mau masuk ke politik, yang akan tersisa di dunia politik itu orang jahat semua. Jadi kalau teman-teman bersuara terus mengharapkan perubahan, kayaknya tidak bisa kalau orangnya itu-itu saja," kata dia.
Sebagai informasi, jumlah pemilih muda dalam Pemilu 2024 akan menempati porsi paling besar. Komisi Pemilihan Umum atau KPU memperkirakan dari 187 juta pemilik suara, 60 persen diantaranya merupakan generasi milenial dan Gen Z.