TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis 40 nama calon anggota legislatif bekas napi korupsi alias caleg eks koruptor yang mengikuti Pemilihan Umum 2019. ICW mengumumkan nama-nama caleg eks koruptor tersebut melalui akun Twitter-nya @antikorupsi, pada Sabtu, 5 Januari 2019.
Baca: ICW Rilis Daftar 40 Caleg Eks Napi Korupsi
"Sebanyak 40 caleg mantan napi korupsi yang sedang berlaga mendapatkan bangku wakil rakyat. Catat ya tweeps! #koruptorkoknyaleg," seperti dikutip dari keterangan dalam cuitan ICW.
Dalam daftar nama yang telah dikonfirmasi ke Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, 40 caleg mantan napi korupsi itu berasal dari 11 partai. Mereka mengikuti pencalonan untuk anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota serta DPD.
1. Partai Golkar Terbanyak
Di antara 11 partai, Golkar merupakan partai penyumbang terbanyak caleg eks napi korupsi, yaitu tujuh orang. Mereka adalah Hamid Usman, DPRD Maluku Utara; Desy Yusandi, DPRD Banten; Agus Mulyadi R, DPRD Banten; Heri Baelanu, DPRD Pandeglang; Dede Widarso, DPRD Pandeglang; Saiful T Lami, DPRD Tojo Una-Una; Edy Muklison, DPRD Blitar.
Baca juga: ICW Dorong Pembentukan UU Larang Eks Napi Korupsi Jadi Caleg
Partai terbanyak kedua adalah Gerindra dengan enam orang caleg eks koruptor. Di posisi ketiga adalah Partai Hanura dengan lima orang. Partai baru yang akan memulai debut di Pemilu 2019 pun ikut mencalonkan caleg eks koruptor, seperti Partai
Berkarya dan Partai Perindo.
2. Mohamad Taufik
Dari sekian banyak caleg eks koruptor, salah satunya adalah Mohamad Taufik. Saat ini, M. Taufik menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Beberapa waktu lalu, dia disebut-sebut bakal menjadi calon Wakil Gubernur DKI dari Partai Gerindra menggantikan Sandiaga Uno.
Taufik memiliki catatan dalam kasus korupsi. Saat menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta periode 2003-2008, dia tersangkut kasus korupsi pengadaan alat peraga Pemilu 2004 senilai Rp 4,2 miliar. Dalam kasus itu, Taufik divonis terbukti bersalah telah merugikan negara sebesar Rp 488 juta dan dihukum 18 bulan penjara.
Kasus korupsi pengadaan alat peraga Pemilu 2004 itu mencuat setelah Komisi A DPRD DKI menemukan kejanggalan anggaran KPU Jakarta. Hasil pemeriksaan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyebutkan adanya biaya sewa tiga rumah untuk Sekretariat KPU di Kepulauan Seribu sebesar Rp170 juta per tahun. Namun, dari hasil kunjungan Komisi A ke Kepulauan Seribu, mereka menemukan bukti biaya sewa rumah itu hanya Rp 25 juta.
3. Desy Yusandi
Desy Yusandi saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Banten. Dia kini kembali maju sebagai caleg DPRD Banten lagi.
Pada Agustus 2014, Desy ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas di Tangerang Selatan tahun 2011-2012. Saat itu, Desy adalah Direktur PT Bangga Usaha Mandiri, pihak ketiga pemenang tender.
Dalam kasus yang melibatkan Desy ini, tujuh orang lain juga ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani hukuman. Salah satunya yaitu Tubagus Chaeri Wardana, suami dari Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, sekaligus adik dari
Atut Chosiyah, bekas Gubernur Banten.