Seorang anak kecil diantara simpatisan saat memadati kampanye Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dilapangan Pacuan Kuda, Pulomas, Jakarta Timur (24/3). Meskipun dilarang untuk membawa anak kecil dan lansia dalam berkampanye. Tetapi fakta dilapangan masih terjadi. TEMPO/Nurdiansah
TEMPO.CO , Jakarta: Kampanye terbuka partai politik nampaknya menjadi lahan menguntungkan bagi sebagian warga Ibu Kota. Kampanye yang biasanya diselingi dengan panggung hiburan dan pembagian suvenir partai menjadi salah alasan para simpatisan menghadiri agenda kampanye.
Saleh Koswara, 46 tahun, mengatakan ia kini memiliki lebih dari enam kaus partai lantaran sering menghadiri kampanye partai di sela-sela kesibukannya menjadi pengemudi ojek. "Saya sering diajak dan lagi pula kampanyenya tak diikuti sampai selesai," kata Saleh kepada Tempo, 24 Maret 2014.
Saleh menuturkan, dari setiap kampanye biasanya ia mendapat Rp 30-50 ribu. Uang itu masih ditambah kaus dan makan siang atau makanan ringan. Meski demikian, ia enggan menyebutkan nilai yang diterimanya pada kampanye calon legislator Dewan Perwakilan Rakyat dan calon legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang berlangsung di Gelanggang Olah Raga Cendrawasih, Cengkareng, Jakarta Barat. (Baca juga: Kampanye Caleg, Politik Uang Mulai Terendus)
Menurut Saleh, kampanye dengan membagikan kaus dan uang adalah hal yang lumrah terjadi. Kendati menerima, ia tak terpengaruh pada janji partai yang terlampau muluk namun tak ada pembuktian. "Saya terima uangnya, tapi kalau untuk disetir, tunggu dulu," ujar Saleh.
Senada dengan Saleh, Mardiana, 40 tahun. Warga Rawa Gabus, Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat ini mengatakan uang Rp 50 ribu yang didapat saat masa kampanye tak seimbang dengan penderitaan yang akan dialami warga saat pemimpin terpilih tak bertugas dengan baik. Untuk itu, pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga membuatnya lebih leluasa menimbang pilihannya saat pemilu. "Uang Rp 50 tapi sengsaranya lima tahun ya buat apa? Diterima saja, tapi pikirkan lagi sebelum memilih," kata dia.
Mardiana berpendapat calon legislator yang rajin menebar uang justru mereka yang tak percaya diri. Mereka tak yakin akan dipilih rakyat tanpa didahului dengan membagikan uang pada masa kampanye. "Yang kaya gitu kan berarti enggak punya hasil kerja yang membanggakan yang patut dipamerkan," kata Mardiana. (baca"Kisah Koordinator Pengumpul Massa Kampanye)
Pemilihan Presiden Juli 2014 lalu menjadi etos baru bagi rakyat untuk menentukan calon pemimpinnya. Bagi saya dan sebagian pemilih Jokowi, yang untuk pertama kalinya memilih dalam pemilihan, karena sebelumnya golongan putih, ada motif yang menggerakkan kami. Salah satu motif itu adalah janji kampanye Jokowi yang bertitel Nawacita.