TEMPO.CO , Jakarta: Ketua DPP PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan ada pelanggaran undang-undang sebagai konsekuensi atas ketidakjelasan penetapan Daftar Pemilih Tetap. Musababnya, pemutakhiran Daftar Pemilih Tetap hingga kini terus dilakukan sampai dengan 14 hari jelang pemungutan suara.
"Sampai hari ini, perkembangan DPT tak jelas, apalagi akurasinya," kata Arif saat dihubungi, Jumat, 21 Februari 2014.
PDI Perjuangan, kata dia, kini sedang menginventarisir seluruh potensi pelanggaran undang-undang oleh KPU. "Setelah itu kami akan meneruskannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ," kata dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay mengatakan Daftar Pemilih Tetap nasional pada rekapitulasi 15 Februari 2014 berjumlah 185.822.507. Di dalam rekap itu juga sudah mencakup laporan dari KPU Provinsi Papua dan Papua Barat. "Jumlah itu yang akan dipakai KPU untuk menentukan jumlah surat suara yang dicetak," kata Hadar Nafis.
Jumlah DPT tersebut meningkat dibandingkan dengan hasil rekap pada 23 Januari 2014 yang berkisar 185.813.540. Penyebabnya, Panitia Pemungutan Suara baru menemukan penduduk yang ada di sebuah penjara atau di pedalaman. Mereka semua, kata Hadar, sudah terverifikasi.
Meski tak konsisten dengan penetapan DPT per-Januari 2013 sebagai patokan percetakan surat suata, KPU, kata Hadar, akan memenuhi hak-hak para pemilih. Ini lantaran penetapan disertai rekomendasi dari Panitia Pengawas Pemilu di daerah. Kalau KPU tidak melayani, kata dia, potensi kekurangan surat suara akan besar.
Ia mencontohkan kejadian di Merangin, Jambi. Di daerah tersebut, ada sekitar 3.000 lebih warga yang ada di sana yang tak diakui karena statusnya sebagai pendatang. Warga asli, kata dia, tak memperbolehkan untuk mendaftar. "Tapi buat kami, warga dimanapun dia tinggal seharusnya dia dilayani," kata dia. Akhirnya, KPU daerah memasukkan namanya agar masuk dalam DPT.
MUHAMMAD MUHYIDDIN