TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari meminta seluruh anggota KPU provinsi dan kabupaten-kota agar belajar dari kasus KPU Kabupaten Kepulauan Aru. Lima aggota penyelenggara pemilu di Aru itu ditahan atas dugaan korupsi dan berstatus tersangka.
"Nah ada prosedur dan penggunaan anggaran yang oleh penegak hukum dianggap tidak sesuai," kata Hasyim, di gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 21 Januari 2024.
Adapun penetapan tersangka lima anggota KPU Aru itu bermula dari pengadaan alat pelindung diri (APD) di masa Covid-19. Saat itu, menurut Hasyim, bertepatan dengan pemilihan kepala daerah 2020. Hasyim menegaskan para bawahannya di tingkat provinsi maupun kabupaten-kota supaya memerhatikan tata kelola keuangan.
"Supaya dalam tata kelola keuangan supaya tertib sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku," ujar Hasyim. Maksud tertib itu dimulai dari mengatur perencanaan, biaya pemebelajaan, hingga pelaporan maupun pembuktian harus sesuai.
Menurut dia, jika ada temuan berupa pelaporan keuangan tidak sesuai prosedur penggunanaan anggaran, itu bisa menjadi temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. "Kalau dianggap ada dugaan pidana kan diproses penegak hukum," tutur dia.
Pesan Hasyim itu berhubungan dengan penetapan tersangka korupsi lima anggota KPU Aru. Kelima anggota KPU Aru tersangka korupsi itu, yakni Ketua KPU Aru Mustafa Darakay, dan empat anggotanya, Yoseph Sudarso Labok, Kenan Rahalus, Tina Jovita Putnarubun, dan Mohamad Adjir Kadir.
Kelima orang ini ditangkap atas dugaan korupsi dana hibah Pilkada Aru 2020 senilai Rp 2,8 miliar—sebelumnya tertulis Rp 25 miliar, pada Rabu, 17 Januari 2024. Kelima tersangka ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Ambon dan Lapas Perempuan Ambon.
Pilihan Editor: Fakta Menarik Debat Cawapres: Mahfud Sebut Pertanyaan Receh, Gibran Akting Mencari-cari Jawaban