TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintahan merupakan ruang netral untuk kepentingan publik. Sehingga, menurut Retno, tempat tersebut bukan untuk kampanye.
“Padahal selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilihan umum (Pemilu)," kata Retno dalam keterangan tertulis, Senin, 21 Agustus 2023.
Pada lain sisi, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan jika tempat pendidikan dijadikan tempat berkampanye secara teknis ini menyulitkan sekolah. Juga kata Heru, berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik.
“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya”, ujar Heru.
Adapun alasan yang FSGI sebut atas putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yakni menjadi pertanyaan apakah lembaga pendidikan yang dimaksud dalam putusan MK tersebut berlaku pada sekolah TK, SD, dan SMP. Pasalnya menurut FSGI, usia peserta didik di tingkat tersebut bukanlah usia pemilih.
"Menjadi pertanyaan bagi FSGI, apakah kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP, diperbolehkan? Seharusnya tidak, karena siswa TK hingga SMP belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih," kata Heru.
Kemudian alasan selanjutnya, FSGI menilai kendati kampanye dilakukan di SMA hanya ada sebagian saja usia pemilih.
"Hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun," katanya.
Kendati FSGI tak menampik, pemilih pemula ini jumlahnya cukup besar sehingga menjadi target banyak calon legislatif, calon bupati, calon wali kota, calon gubernur dan calon presiden.
FSGI menyebutkan tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Dengan kata lain, tempat-tempat tersebut tidak dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu.
"Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat," ujarnya.
FSGI menyebutkan apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah.
FSGI menyebutkan tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun demikian, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu.
Kendati putusan MK menyebutkan tanpa atribut kampanye hal tersebut tak menghilangkan relasi kuasa dan uang. Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan.
“Kondisi tersebut menurut FSGI jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya. Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah," ucap Retno.
Selanjutnya rekomendasi FSGI...