Suasana rapat pleno lanjutan rekapitulasi penghitungan suara pilpres tingkat nasional di Gedung KPU, Jakarta Pusat, 21 Juli 2014. KPU targetkan rekapitulasi selesai pada hari ini, selanjutnya penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2014-2019 besok, 22 Juli 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden mempermasalahkan hasil rekapitulasi suara di Provinsi DKI Jakarta. Kedua perwakilan saksi dari dua kubu menanggapi pemungutan suara ulang dan daftar pemilih khusus tambahan di Ibu Kota. Proses pengesahan rekapitulasi suara DKI Jakarta berjalan alot.
Saksi dari kubu Prabowo-Hatta mempersoalkan masalah 5.802 TPS yang seharusnya dicek oleh Bawaslu DKI, tapi tak dilakukan karena ada isu keterbatasan waktu. Menurut mereka, pihaknya menerima ada 13 TPS yang akhirnya dilakukan pemungutan suara ulang, tapi mereka kecewa karena Bawaslu DKI seolah melakukan pembiaran terhadap rekomendasi pengecekan ulang hitung suara di sejumlah TPS yang telah disebutkan.
"Mengapa harus takut diburu waktu? Bukankah yang terpenting menyatakan kebenaran. Jangan berbohong," kata Habiburokhman, saksi dari kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. (Baca: Massa Prabowo Unjuk Rasa di KPU Siang Nanti)
Di lain pihak, saksi dari kubu Jokowi-JK mempersoalkan pemilih yang masuk dalam DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan). Menurut Miko, salah satu perwakilan saksi, pemilih DPKTb di DKI tak mendapat hak yang sama dengan pemilih lainnya. Miko juga mengatakan TPS yang dilakukan pemungutan suara ulang merupakan TPS dengan jumlah DPKTb terbanyak. "Mengapa mereka seolah dicap sebagai pemilih haram sehingga suaranya tak dihitung?" kata Miko. (Baca: Polri Siapkan Pengamanan Empat Lapis di KPU)
Perwakilan KPU DKI Jakarta menyanggah. KPU DKI Jakarta telah menghimpun panitia di wilayah masing-masing untuk melakukan pengecekan ulang terhadap kotak suara, surat suara, dan hasil suara yang didapat. Hasilnya adalah 13 TPS tersebut yang bermasalah, tak lebih dari itu. Alasannya, karena adanya ketidakjelasan dalam hasil suara dan banyaknya surat suara yang tak jelas.
Bawaslu DKI Jakarta juga memberikan tanggapan. Menurut Bawaslu DKI, laporan dugaan pelanggaran pemilu pada 5.802 TPS tak dapat dibuktikan karena mekanisme proses administrasi pelaporan tersebut. Bawaslu hanya menemukan pelanggaran di 13 TPS dan mengeluarkan rekomendasi pemungutan ulang.
Terkait pemilih DPKTb, Bawaslu DKI Jakarta mengeluarkan rekomendasi berdasarkan UU No 15 Tahun 2011 bahwa pemilih DPKTb harus juga memiliki surat keterangan domisili dan formulir A5. Namun, perwakilan saksi Jokowi-JK, Arif Wibowo menyanggah hal tersebut.
"Bawaslu harus konsisten dengan perkataannya. Buktinya, di daerah lain dan di luar negeri pemilih DPKTb bisa memilih dengan membawa KTP," kata Arif.
Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?
19 Februari 2024
Catatan Perolehan Suara Peserta Pemilu Pasca Reformasi, Siapa Jawaranya?
Pelaksanaan pemilu dalam era reformasi telah dilakukan enam kali, yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.