TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan TNI dan Kepolisian RI untuk menjaga dan melindungi pejabat Komisi Pemilihan Umum dari tingkat pusat hingga daerah.
Menurut Djoko, perintah kepada TNI dan Kepolisian RI itu dikeluarkan karena Presiden SBY ingin seluruh pejabat KPU dan penyelenggara pemilu lainnya merasa tenang dan aman dalam melaksanakan tugas mereka.
"Petugas KPU harus bebas dari intimidasi. Ini penting supaya hasil pemungutan suara tidak berubah dari TPS hingga KPU pusat," kata Djoko di Kantor Kepresidenan, Jumat, 11 Juli 2014.
Djoko mengatakan pemerintah menilai krusial penghitungan atau rekapitulasi suara dari tingkat daerah hingga pusat. Seluruh tahapan rekapitulasi suara harus dijamin aman dan bersih dari kecurangan, sehingga tidak memunculkan rasa tidak puas di pihak tertentu.
Hasil penghitungan suara oleh KPU ditunggu oleh kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Apa pun hasilnya, penghitungan oleh KPU-lah yang sah, bukan hitung cepat lembaga survei.
Karena itu, menurut Djoko, Presiden SBY meminta TNI-Polri memastikan seluruh anggotanya untuk bersikap netral dalam mengawal dan menjaga rekapitulasi. TNI-Polri juga tetap berada di kondisi siaga satu hingga tercipta kondisi aman dan kondusif setelah pengumuman KPU pada 22 Juli mendatang.
Rekapitulasi menjadi sangat penting karena kedua kubu saling mengklaim kemenangan. Klaim sepihak ini didasarkan pada hitung cepat lembaga survei yang berafiliasi dengan masing-masing pasangan. Situasi ini bahkan rentan menimbulkan konflik, karena perayaan kemenangan yang berlebihan oleh salah satu kubu akan memancing emosi kubu yang lain.
"Saya sudah berkomunikasi dengan kepala lembaga-lembaga survei itu. Mereka juga menyatakan hasil hitung cepat mereka tak resmi sebagai hasil pilpres," ujar Djoko.