TEMPO.CO , Jakarta:Pegiat lembaga antikorupsi, Indonesia Corruption Watch, Abudllah Dahlan menililai biaya hidup partai politik tak perlu dibebankan ke negara. Wacana itu dianggap tak relevan menyusul adanya rencana dana saksi partai yang dianggarkan dari APBN. "Ini alokasi anggaran siluman," katanya saat dihubungi, Senin, 27 Januari 2014.
Menurut Abdullah, anggaran ini rawan diselewengkan. Dia melihat ada motif partai politik yang amat kental untuk mencari keuntungan dalam anggaran sebesar Rp 660 miliar itu. "Kesannya dipaksakan harus ada dalam anggaran pemilu," katanya.
Menurut Abdullah, sudah cukup APBN mensubsidi partai tiap tahun berdasarkan perolehan suara mereka pada pemilu sebelumnya. Saat ini, kata Abdullah, negara mensubsidi Rp 108 rupiah per suara kepada partai politi yang duduk di parlemen. "Dana itu saja tak beres pertanggungjawabannya," kata Abdullah.
Pemerintah telah menganggarkan Rp 660 miliar dalam anggaran pengawasan Pemilu sebesar Rp 1,5 triliun. Sebesar Rp 800 miliar dipakai untuk membayar masing-masing dua mitra pengawas Bawaslu di tiap-tiap TPS.
Pegiat Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ucok Sky Khadafi mengatakan seharusnya subsidi APBN untuk partai tiap tahunnya selama ini cukup buat biaya hidup partai. Sayangnya, kata Ucok, manajemen keuangan partai politik di Indonesia amat buruk.
"Duitnya cuma dikelola dan ditentukan oleh orang-orang tertentu saja," katanya.
Adapun terkait dana saksi pemilu, Ucok yakin duit sebesar Rp 660 miliar rawan bocor saat disalurkan ke para saksi partai. Bahkan, rencana itu sampai kini, kata Ucok, belum jelas mekanisme dan payung hukumnya.
KHAIRUL ANAM
Berita Terpopuler
Ical Berpasangan dengan Titiek Soeharto?
PKS Berencana Mundur dari Bursa Calon Presiden
PKS Soal Jokowi: Populer Enggak Dicalonin, Ngapain ?
Jokowi Diuntungkan Pemberitaan Positif Media
Ditanya Capres, Jokowi: Saya Siapkan Muaranya..
Berita terkait
ICW Catat Sepanjang 2023 Ada 791 Kasus Korupsi, Meningkat Singnifikan 5 Tahun Terakhir
2 jam lalu
Pada 2023. ICW mencatat ada 791 kasus korupsi, 1.695 tersangka dan kerugian negara Rp 28,4 triliun.
Baca SelengkapnyaRamai-ramai Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan Saat Pemilu
4 hari lalu
ICW menganggap usulan melegalkan money politics saat pemilu tidak pantas dan sangat tidak menunjukkan integritas.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Usul Money Politics Dilegalkan, ICW: Logika Berpikirnya Berbahaya
4 hari lalu
Indonesia Corruption Watch menanggapi usulan anggota DPR dari Fraksi PDIP yang meminta money politics dilegalkan saat pemilu.
Baca SelengkapnyaRagam Reaksi terhadap Pembentukan Pansel KPK oleh Presiden Jokowi
6 hari lalu
Novel Baswedan menilai dalam proses pemilihan Pansel KPK akan terlihat ada atau tidaknya keinginan Jokowi memberantas korupsi.
Baca SelengkapnyaAktivis Antikorupsi Beri Saran Jokowi untuk Pansel KPK, Novel Baswedan: Ujian Terakhir Pemerintah
6 hari lalu
Presiden Jokowi akan mengumumkan Pansel KPK bulan ini. Sejumlah aktivis antikorupsi memberi masukan, termasuk Novel Baswedan.
Baca SelengkapnyaICW NIlai Komposisi Pansel KPK Rawan Konflik Kepentingan
7 hari lalu
ICW mengatakan Presiden Jokowi harus memastikan para anggota Pansel KPK nantinya tak memiliki konflik kepentingan dan intervensi keputusan.
Baca SelengkapnyaHujan Kritik, Wacana Tambah Pos Kementerian di Kabinet Prabowo
11 hari lalu
Majalah Tempo melaporkan bahwa Prabowo berupaya membangun koalisi besar di pemerintahannya.
Baca SelengkapnyaPro-Kontra Soal Penambahan Nomenklatur Kementerian di Pemerintahan Prabowo
12 hari lalu
ICW khawatir wacana penambahan nomenklatur kementerian membuat kabinet Prabowo menjadi sangat gemuk.
Baca Selengkapnya61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal
12 hari lalu
Peneliti ICW mengatakan mayoritas modus korupsi itu berkaitan dengan suap-menyuap dan penyalahgunaan anggaran belanja daerah.
Baca SelengkapnyaICW Sebut Bansos hingga Ketidaknetralan ASN Bakal Marak di Pilkada 2024
12 hari lalu
ICW mengungkap beberapa kerentanan yang mungkin terjadi di Pilkada 2024. Berkaca dari pengalaman Pilpres.
Baca Selengkapnya