TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD memprediksi akan banyak sengketa yang akan dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini, menurut Mahfud MD, tak lepas dari agenda Pemilu 2019 yang menggabungkan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 dan anggota legislatif.
Baca: Hal-hal yang Diperhatikan Sebelum Mencoblos di Pemilu 2019
Mengantisipasi tingginya angka sengketa Pemilu, Mahkamah Konstitusi telah menyiapkan regulasi yang mengatur lebih detail teknis beracara serta rincian jadwal persidangan.
Juru bicara MK, I Dewa Gede Palguna menyampaikan bahwa penyusunan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) sebagai upaya menghadapi potensi tingginya sengketa di Pemilu 2019. "Kalau soal kesiapan menghadapi sengketa pemilu, kami sudah siap sejak lama," ujar Palguna kepada Tempo, Selasa, 16 April 2019.
Menurut Palguna, ada lima PMK yang sudah disiapkan untuk menghadapi sengketa Pemilu. Kemudian, MK juga sudah membentuk gugus tugas yang sejak setahun yang lalu telah diberi pelatihan-pelatihan, termasuk melakukan training of trainer (ToT).
"Kami bahkan juga sudah mengadakan bimbingan teknis (bimtek) dalam beberapa angkatan sejak kurang lebih setahun yang lalu," kata dia. "Pesertanya mencakup penyelenggara pemilu, partai politik peserta pemilu, para pengacara yang kemungkinan diminta jasanya dalam pemeriksaan perselisihan hasil pemilu."
Semua kegiatan, kata Palguna disertai dengan praktik langsung di lapangan, baik dalam menyusun permohonan, menyusun jawaban termohon, menyusun keterangan pihak terkait, dan sebagainya. Sesuai dengan kondisi riil yang kemungkinan akan di hadapi di lapangan dalam perkara yang sesungguhnya.
Dengan kata lain, sederhananya, berapa pun jumlah perkara yang masuk dari hasil pemilu legislatif, bagi Mahkamah tinggal menyiapkan menghadapi satu perkara lagi, yaitu satu perkara dari perselisihan hasil pemilu presiden.
Menurut Palguna, tidak ada hukum acara yang berubah. Perselisihan pemilu presiden tetap harus diputus dalam 14 (empat belas) hari sejak diregistrasi, pemilu legislatif (DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota) tetap harus diputus dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
"Tidak ada perubahan mendasar. Yang seru barangkali ya riuh rendah dalam lalu lintas percakapan publik," kata dia.