Putusan MK: Untuk Mencoblos Tak Harus Menunjukkan KTP Elektronik

Kamis, 28 Maret 2019 17:08 WIB

Sejumlah karyawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengikuti Simulasi pencoblosan Surat Suara Pemilu 2019 di halaman parkir kantor KPU, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satu permohonan yang dikabulkan oleh majelis MK adalah bahwa KTP elektronik bukan syarat mutlak bagi masyarakat untuk menyampaikan hak pilihnya di Pemilihan Umum.

“Menyatakan frasa “kartu tanda penduduk elektronik” dalam Pasal 348 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar ketua majelis MK saat membacakan amar putusan uji materi UU Pemilu, di Gedung MK, Kamis, 28 Maret 2019.

Atas putusan MK tersebut, masyarakat yang belum memilki KTP elektronik tetap bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu. Dalam uraian putusan tersebut, disebutkan, masyarakat masih bisa menggunakan KTP sebelumnya (non elektronik) ataupun surat keterangan (suket) perekaman KTP elektronik.

“Berdasarkan pertimbangan di atas, sekalipun Mahkamah membuka ruang digunakannya KTP untuk memilih, namun tetap dengan persyaratan yang ketat seperti harus disertai dengan KK, memilih di TPS sesuai dengan alamat yang tertera pada KTP, mendaftarkan diri kepada KPPS, dan dilakukan satu jam sebelum selesai pemungutan suara,” demikian bunyi pertimbangan dalam putusan MK tersebut.

Salah satu pertimbangan Majelis MK dalam memutuskan hal tersebut pun didasari oleh masih banyaknya masyarakat yang belum melakukan perekaman KTP elektronik. Hingga saat ini, masih ada sekitar 4 juta penduduk yang memilki hak konstitusional untuk memilih belum membuat KTP elektronik.

Advertising
Advertising

“Hak konstitusional tersebut di atas tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya,” ujar isi putusan MK tersebut.

Uji materi atas pasal tersebut diinisasi oleh sejumlah aktivis di antaranya lembaga pemerhati Pemilu Perludem, Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Fery Amsari, warga binaan Augus Hendy dan A. Murogi Bin Sabar, serta karyawan swasta Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.

Para pemohon tersebut menilai bahwa frasa KTP elektronik dalam Pasal 348 ayat (9) Undang-undang Pemilu tersebut justru mempersempit partisipasi masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya pada pesta demokrasi.

Selain mengabulkan uji materi terhadap pasal 348, MK pun memutuskan untuk mengabulkan pasal lain di UU Pemilu yang digugat oleh pemohon. Di antaranya, Pasal 210 ayat (1) yang mengatur terkait daftar pemilih tambahan atau DPTb.

Dalam putusan MK, masyarakat yang berhalangan untuk mencoblos di TPS seusai KTP, bisa melakukan pendaftaran dalam jangka 7 hari ke TPS yang dikehendaki. Sebelumnya, dalam pasal tersebut DPTb hanya bisa didaftarkan dalam jangka waktu 30 hari.

Berita terkait

Ketua MK Pertanyakan Perbedaan Tanda Tangan di Dokumen Pemohon Sengketa Pemilu

4 jam lalu

Ketua MK Pertanyakan Perbedaan Tanda Tangan di Dokumen Pemohon Sengketa Pemilu

Ketua MK Suhartoyo mengungkapkan ada tanda tangan berbeda dalam dokumen permohonan caln anggota DPD Riau.

Baca Selengkapnya

Gugat Hasil Pemilu ke MK, Caleg PAN Soroti Oligarki Partainya

7 jam lalu

Gugat Hasil Pemilu ke MK, Caleg PAN Soroti Oligarki Partainya

Caleg petahana DPR RI dari PAN, Sungkono, menyoroti oligarki dalam tubuh partainya lewat permohonan sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

8 jam lalu

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB Indonesia tahun 2024 dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.

Baca Selengkapnya

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

10 jam lalu

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

MK menggelar sidang perdana sengketa pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota, dan DPD RI hari ini. Berikut sederet faktanya.

Baca Selengkapnya

Ada Pemohon Sengketa Pileg Tak Hadir di MK, Saldi Isra: Berarti Tidak Serius

12 jam lalu

Ada Pemohon Sengketa Pileg Tak Hadir di MK, Saldi Isra: Berarti Tidak Serius

Hakim MK Saldi Isra menegur sejumlah pemohon sengketa pileg yang tidak hadir dalam sidang pada hari ini.

Baca Selengkapnya

Daftar Gugatan dalam Sengketa Pileg di MK Mulai Hari Ini, Pemohon Telah Siapkan Bukti dan Saksi

12 jam lalu

Daftar Gugatan dalam Sengketa Pileg di MK Mulai Hari Ini, Pemohon Telah Siapkan Bukti dan Saksi

Sengketa Pileg 2024 di MK tidak hanya sekadar proses hukum, tetapi juga merupakan cerminan dari dinamika politik dan demokrasi di Indonesia. Apa saja gugatannya?

Baca Selengkapnya

MK Siapkan 3 Panel untuk Sengketa Pileg, ini Komposisi Hakimnya

14 jam lalu

MK Siapkan 3 Panel untuk Sengketa Pileg, ini Komposisi Hakimnya

Hari ini MK mulai menyidangkan sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Kontroversi Hakim MK Arsul Sani Tangani Sengketa Pileg PPP, Boleh atau Tidak?

14 jam lalu

Kontroversi Hakim MK Arsul Sani Tangani Sengketa Pileg PPP, Boleh atau Tidak?

Hakim MK Arsul Sani diperbolehkan menangani sengketa pileg terkait dengan PPP. Padahal sebelum jadi hakim MK, Arsul adalah politikus partai tersebut.

Baca Selengkapnya

Intip Strategi PPP Hadapi Sidang Sengketa Pileg di MK Hari Ini

15 jam lalu

Intip Strategi PPP Hadapi Sidang Sengketa Pileg di MK Hari Ini

PPP mengungkapkan telah mempersiapkan strategi untuk menghadapi sidang sengketa pileg di MK hari ini. Apa saja strateginya?

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg Hari Ini

16 jam lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg Hari Ini

MK menggelar sidang perdana sengketa pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota, dan DPD RI hari ini.

Baca Selengkapnya