TEMPO.CO, Jakarta - Pakar grafologi atau tulisan tangan, Max Hendrian Sahuleka, menemukan adanya dugaan kecurangan dalam laporan formulir C1 pemilu presiden di Tempat Pemungutan Suara 16 Desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. "Dugaan kecurangan pertama terletak pada jumlah pemilih," kata Max saat dihubungi Tempo, Selasa, 15 Juli 2014.
Dalam formulir tersebut, pemilih berjumlah 399 orang. Angka tersebut pun tertulis pada jumlah perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sedangkan saingan mereka, Joko Widodo-Jusuf Kalla, tak memperoleh satu suara pun. Namun, anehnya, pada kolom jumlah suara tak sah ditulis angka satu. Artinya, jumlah pemilih menjadi 400 orang. Padahal sebelumnya tertera bahwa pemilih berjumlah 399 orang.
"Dugaan kecurangan berikutnya ada pada tulisan nama ketujuh orang penyelenggara pemungutan suara," kata Max. Berdasarkan pengamatannya, nama-nama tersebut ditulis dengan gaya tulisan yang sama. Hal ini seolah menimbulkan prasangka bahwa ketujuh nama tersebut ditulis oleh satu atau dua orang saja.
Selanjutnya, jika melihat tanda tangan ketujuh anggota panitia, terlihat gaya yang serupa. Sebagai contoh, ada dua tanda tangan yang sangat mirip. "Terdapat tanda huruf 'V' di tengah tanda tangan," katanya.
Selain itu, ketujuh tanda tangan juga memiliki gaya tarikan pena di akhir tulisan yang sama. Padahal, menurut Max, sangat jarang beberapa orang bisa mempunyai gaya membubuhkan tanda tangan yang sama. Walhasil, kuat dugaan ketujuh tanda tangan tersebut juga dipalsukan. "Jika ini benar, maka ini kecurangan paling ekstrem secara grafologi yang pernah kami catat," kata Max, yang merupakan pendiri Primagraphology Consulting.
Saat disinggung soal penegakan hukum terhadap dugaan pemalsuan formulir C1 tersebut, Max menjawab itu sepenuhnya berada di tangan penyelenggara pemilu dan kepolisian. Menurut dia, temuan dan analisisnya tersebut bisa saja digunakan sebagai bukti awal suatu penyelidikan. "Kami (grafolog) memang biasa jadi rujukan penegak hukum, contohnya untuk jadi saksi ahli," katanya.
Sebelumnya, sutradara Joko Anwar dalam sebuah kicauannya di media sosial Twitter mengatakan banyak kecurangan dalam pemilihan umum presiden tahun ini. Salah satunya terjadi di TPS 47 Kelapa Dua, Tangerang. "Lagi!!, Suara JKW-JK hilang 100 suara. Kecurangan tdk 1x ini saja," kata Joko.
INDRA WIJAYA
Berita Lainnya:
Dewan Pers: DPR Tak Perlu Panggil RRI
Dewan Pers Minta RRI Tak Takut Hadapi Teror
Prabowo Datangi Kantor Muhammadiyah
Quick Count RRI Raib dari Peredaran, Tweeps Marah