TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura, Fuad Bawazier, menyebutkan kekalahan Hanura dalam pemilu legislatif kali ini disebabkan tak bekerjanya Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) yang dipimpin Hary Tanoesoedibjo. ”Bapilu-nya tak bekerja secara maksimal,” kata Fuad saat dihubungi, Kamis malam, 10 April 2014.
Menurut Fuad, Hary tak punya cukup pengalaman dalam menggerakkan mesin pemilu. Bos MNC Group itu dinilai tak punya kemampuan membangun komunikasi dengan kader Hanura di tingkat bawah.
Meski begitu, Fuad mengakui Hary sudah berusaha membangun citra partai melalui berbagai iklan di sejumlah stasiun televisi dan media di bawah kendali MNC Group. "Serangan udara memang sudah, tapi kan itu tak berdampak langsung pada pemilih." (Baca: Hasil Lengkap Hitung Cepat Pemilu Empat Lembaga Survei)
Menurut Fuad, seorang ketua Bapilu dalam memenangkan pemilu harus bisa berkoordinasi dan menggerakkan pengurus dan kader partai di tingkat bawah. Bapilu juga harus rajin mengontrol kerja-kerja pemenangan di semua lapisan. "Kalau sekarang kan koordinasi dan komunikasinya kurang."
Sebelum masuk ke Hanura, Hary Tanoe pernah menjadi pengurus teras Partai Nasional Demokrat. Namun, karena konflik internal pada Februari 2013, dia pun pindah ke Hanura dan didaulat menjabat Ketua Bapilu menggantikan Yudi Chrisnandi. Belakangan Hanura mendeklarasikan Wiranto dan Hary sebagai capres dan cawapres Hanura. (Baca juga: Karyawan MNC Wajib Hadir Kampanye Hanura Hari Ini?)
Pada masa kampanye, Hanura menargetkan bisa meraih minimal sepuluh persen suara. Namun saat ini, berdasarkan sejumlah hasil lembaga survei, Hanura hanya memperoleh suara di kisaran lima persen atau paling kecil di antara partai yang mungkin lolos ke DPR. Partai ini memperoleh suara di urutan ke-10, sama dengan nomor urut partainya.
Hasil ini, kata Fuad, akan jauh berbeda bila jabatan ketua Bapilu tak diserahkan ke Hary Tanoe. Padahal, Hary sudah menggerakkan semua media miliknya: televisi, koran, dan media online untuk mempromosikan Hanura. (Baca: 7 Media Ini Dituding Berpihak dan Tendensius). Dalam Pemilu 2009 lalu, Hanura memperoleh 3,77 persen.
Adapun Wakil Ketua Bapilu Partai Hanura Ahmad Rofiq menilai Fuad salah membaca situasi di internal partai yang dimotori Wiranto itu. Hal ini terlontar karena Fuad menuding kekalahan Hanura yang berada di posisi ketiga terbawah perolehan suara pemilihan legislatif merupakan kesalahan Ketua Bapilu, Hary Tanoesoedibjo. "Pak Fuad justru salah baca situasi di Hanura. Kalau tidak ada Hary Tanoe gimana ini?" ujar Rofiq ketika dihubungi, Jumat, 11 April 2014.
Dia tidak memungkiri Bos MNC Group itu berandil besar untuk Hanura. Salah satunya, Hanura bebas beriklan di jaringan media yang dimiliki Hari Tanoe. "Saya bisa pastikan iya, sangat," ujar Rofiq.
Ihwal tudingan Fuad bahwa Hary Tanoe tidak berpengalaman sebagai ketua Bapilu, sehingga suara Hanura hanya menjadi juru kunci, Rofiq menepis itu. Dia menegaskan, Hary Tanoe tidak berjalan sendirian dalam menggerakkan roda partai. "Ada DPP yang lain, ada unsur Bapilu. Banyak faktor. Jadi tidak punya pengalaman bukan berarti tidak bisa," ujar dia.
Rofiq mengakui perolehan suara berdasarkan hitung cepat yang hanya sekitar 5,5 persen di luar ekspektasi. Menurut dia, 5,5 persen itu jika diangkakan ada sekitar 11 juta masyarakat Indonesia yang mendukung Hanura. "Ini modal politik yang luar biasa, suara yang banyak sekali," kata Rofiq.
Intinya, ujar dia, yang paling penting mempertahankan Hanura sebagai partai yang bersih dari korupsi. Rofiq menegaskan citra paling besih ini harus dipertahankan dan terulang sampai lima tahun ke depan. "Jangan muncul politisi-politisi busuk di Hanura sampai lima tahun ke depan," katanya.
IRA GUSLINA SUFA dan LINDA TRIANITA
Terpopuler:
Dahlan Sebut Konvensi Demokrat Sudah Tak Relevan
Golput Pemenang Pemilu 2014, Bukan PDIP
Jokowi Seleksi Tiga Nama Cawapres
Suara Gerindra Melambung, Sekjen: Ini Efek Prabowo