TEMPO.CO , Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra menyatakan sulit bagi kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa jika hendak membawa sengketa Pemilu Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Secara konstitusi mereka punya hak ke MK, tapi selisih sekitar 5 persen itu besar. Bukan hal yang sederhana untuk dibuktikan dalilnya," kata dia kepada Tempo, Senin, 21 Juli 2014.
Menurut Saldi, selisih perolehan suara antara pasang calon presiden Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sebesar 4-5 persen itu merupakan angka yang cukup besar. Sebab, jika persentase tersebut dihitung sebagai suara sah dapat mencapai sekitar 8 juta suara pemilih. "Tentu semakin sulit untuk dibuktikan. Kalau 1-2 persen masih mungkin, tapi itu saja sulit kok," ujarnya.
"Pada kasus-kasus sebelumnya, MK memang menggunakan dalil kecurangan sistematis, terstruktur, dan masif (STM). Tapi itu bukan sederhana untuk digunakan, sangat sulit."
Selain itu, kata dia, proses penghitungan suara yang sudah berjalan dari tingkat terkecil yaitu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) menunjukkan tidak banyak masalah. Jika pun ada yang direkomendasikan untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU), hal tersebut sudah dijalankan oleh KPU.
"Beberapa tempat sudah dilakukan PSU, saya rasa sudah cukup fair. Dan lagi, di TPS mereka kan sudah menerima, bagaimana mereka mau mempersoalkan lagi?" ujarnya.
Saldi menyarankan calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto, legowo menerima hasil keputusan KPU jika memang dinyatakan kalah dari Joko Widodo. "Kalau mau meninggalkan tradisi yang baik, usai pengumuman Prabowo menyampaikan pidato kemenangan untuk Jokowi dan berangkulan. Itu akan cantik sekali," kata dia berharap. (Baca juga : SBY: Mengakui Kekalahan Itu Mulia.)
Daftar Gugatan dalam Sengketa Pileg di MK Mulai Hari Ini, Pemohon Telah Siapkan Bukti dan Saksi
3 jam lalu
Daftar Gugatan dalam Sengketa Pileg di MK Mulai Hari Ini, Pemohon Telah Siapkan Bukti dan Saksi
Sengketa Pileg 2024 di MK tidak hanya sekadar proses hukum, tetapi juga merupakan cerminan dari dinamika politik dan demokrasi di Indonesia. Apa saja gugatannya?