Seorang pendukung Capres Prabowo diamankan pihak kepolisian saat sejumlah massa pendukung dari Capres Joko Widodo merakayan kemenangan hasil Quick Count sementara di Kawasan Bundaraan HI, Jakarta, Rabu 9 Juli 2014. Pendukung Capres no urut 1 ini dianggap membuat onar di tengah perayaan tersebut. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Ronnie Sompie, mengatakan pihaknya mengerahkan lebih dari 200 ribu personel ke lumbung-lumbung suara kedua kubu capres-cawapres yang dianggap rawan. (Baca: SBY: Kalah Tak Usah Ngamuk)
Menurut Ronnie, Kepolisian sudah siap untuk mengamankan bentrok yang mungkin terjadi setelah pengumuman hasil pilpres. "Seperti kata Presiden SBY, kami tak mau ada kejadian buruk tapi harus selalu siap menghadapi hal buruk tersebut," kata Ronnie saat ditemui Tempo di kantornya, Senin malam, 14 Juli 2014.
Ronnie mengatakan, di setiap wilayah yang disinyalir rawan bentrok, Kepolisian mengerahkan sekitar seratus anggota untuk berjaga mengamankan wilayah. Para anggota ini, kata Ronnie, sudah ada dan tersebar di wilayah-wilayah tersebut sejak kampanye pilpres. "Untuk membaca potensi yang mungkin terjadi di sana sekaligus mulai mengamankan kondisi," kata Ronnie.
Kepolisian, kata dia, sudah siap dengan berbagai senjata api dan truk baja penyemprot air dalam pengamanan pilpres ini. Menurut Ronnie, hal ini disiapkan sejak awal agar polisi tak kaget jika ada kerusuhan.
Namun, kata Ronnie, institusinya yakin tak akan ada kerusuhan seperti yang ditakutkan kebanyakan masyarakat. Sebagai contoh, pilpres 2004, pilpres 2009, dan pileg 2014 berjalan lancar tanpa ada bentrokan massa. Jadi, kata Ronnie, tak perlu ada persenjataan yang digunakan.
"Banyak masyarakat yang termakan psychology war bahwa akan terjadi kerusuhan sehingga mereka memutuskan lari ke luar negeri hingga hiruk-pikuk pilpres selesai. Bisa saja ini hanya permainan travel agent agar mereka laris manis," katanya.