TEMPO.CO, Jakarta - Pada 14 Februari 2024, Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan di mana beberapa individu yang tidak bertanggung jawab melakukan tindakan yang tidak etis guna mempengaruhi hasil suara rakyat, contohnya serangan fajar.
Serangan fajar adalah taktik yang umumnya diterapkan menjelang Pemilu, dimana individu atau kelompok menggunakan berbagai cara tidak sah untuk mempengaruhi opini atau suara masyarakat guna memenangkan kontestasi. Dalam hal ini, serangan fajar mengacu pada upaya merayu atau mempengaruhi pemilih dengan tindakan yang meragukan atau melanggar aturan.
Tindakan ini bisa berupa penyebaran informasi palsu, intimidasi, atau tindakan lain yang bertujuan untuk mengubah keputusan pemilih. Serangan fajar tidak hanya melanggar etika politik, tetapi juga melanggar hukum, dan pelakunya dapat dikenai sanksi hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Apa Itu Serangan Fajar?
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa istilah "serangan fajar" pertama kali dikenal melalui sebuah judul film propaganda yang menyoroti kekuatan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai tokoh sentral perjuangan bangsa.
Mahfud MD menambahkan bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah membuat Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), yang menunjukkan masih adanya politik uang atau serangan fajar.
Selain itu, Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) juga telah membuat Indeks Kerawanan Pemilu dan Indeks Potensi Kerawanan Pemilu (IPKP), yang menunjukkan bahwa politik uang masih dianggap sebagai ancaman serius. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Mahfud MD dalam acara Media Gathering Sosialisasi Pemilu 2024 dengan tema "Hajar Serangan Fajar" di Jakarta Pusat pada Senin, 3 Juli 2023, sebagaimana dilansir oleh laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Sanksi Serangan Fajar
Serangan fajar adalah kegiatan yang dinyatakan melanggar hukum karena dapat merusak demokrasi. Terdapat beberapa pasal dalam UU Pemilu yang mengatur sanksi bagi mereka yang memberikan uang atau imbalan tertentu kepada pemilih. Berikut adalah rincian ketentuannya:
Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa "Setiap individu yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menawarkan atau memberikan uang atau materi lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu, sehingga surat suaranya tidak sah, akan dihukum dengan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000."
Pasal 523 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menawarkan atau memberikan imbalan uang atau materi lain kepada pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan dihukum dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000."
Pasal 523 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa "Setiap individu yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menawarkan atau memberikan uang atau materi lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, akan dihukum dengan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000."
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA | MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Pilpres 2024: Esok Ketahui Bentuk-bentuk Serangan Fajar