Ratusan mahasiswa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan aksi long march di Jalan Pemuda, Jakarta (30/3). TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Endang Sahlan, salah satu penggagas kelompok ini, mengatakan pihaknya menggerakkan jaringan perempuan KAMMI untuk ikut berkampanye memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut dua.
"Kami baru melakukan konsolidasi awal," kata mantan Ketua Perempuan KAMMI Jawa Timur ini kepada Tempo melalui sambungan telepon, Jumat, 27 Juni 2014.
Perempuan Alumni KAMMI menilai Jokowi yang sederhana dan merakyat serta pengalaman Jusuf Kalla (JK) dalam memimpin pemerintahan merupakan figur yang tepat mengisi kepemimpinan nasional mendatang. Visi-misi Jokowi-JK dalam bidang perempuan menjadi pertimbangan kuat Perempuan Alumni KAMMI mendukung pasangan ini. "Kami menilai Jokowi-JK memiliki kesamaan visi-misi, terutama dengan optimalisasi peran perempuan," ujar Endang.
<!--more-->
Endang mengatakan konsolidasi awal gerakan ini akan menyasar 3.000 pos pemberdayaan perempuan. Endang optimistis aktivis di Pos Pemberdayaan itu mendukung gerakannya sebab mayoritas penggagas Perempuan Alumni KAMMI merupakan pendiri dan penggerak Pos Pemberdayaan Perempuan. "Selama ini kami membina secara intensif dan kami siap menggerakkan," katanya.
Endang mengklaim di setiap pos terdapat sekitar 50-100 kader yang siap memenangkan pasangan Jokowi-JK. Kader tersebut akan diminta untuk menggalang masing-masing binaan mereka. Sebaran pos pemenangan Jokowi-JK baru berfokus di Jawa Barat dan Jakarta.
Dukungan Perempuan Alumni KAMMI ini berbeda dengan sikap beberapa alumni KAMMI. Baru-baru ini, beberapa alumni organisasi ini mendeklarasikan diri mendukung pasangan Prabowo-Hatta. KAMMI disebut-sebut sayap PKS di kelompok mahasiswa kendati keduanya tidak resmi berhubungan secara organisasi. Dalam pemilihan capres-cawapres 2014, PKS mendukung Prabowo-Hatta.
Sikap PKS terhitung keras terhadap kadernya yang tidak mengikuti organisasi. Menjelang Pemilu 2009, Rahmantoha Budiarto dilengserkan dari kursi Ketua Umum KAMMI karena mendukung pasangan Megawati-Prabowo. Kala itu PKS resmi berkoalisi dengan SBY-Boediono.
Pemilihan Presiden Juli 2014 lalu menjadi etos baru bagi rakyat untuk menentukan calon pemimpinnya. Bagi saya dan sebagian pemilih Jokowi, yang untuk pertama kalinya memilih dalam pemilihan, karena sebelumnya golongan putih, ada motif yang menggerakkan kami. Salah satu motif itu adalah janji kampanye Jokowi yang bertitel Nawacita.