Daftarkan Sengketa Hasil Pemilu di MK? Ini Caranya

Reporter

Senin, 12 Mei 2014 14:21 WIB

Ketua KPU Husni Kamil Manik (kedua kanan) didampingi (dari kiri-kanan) Komisioner KPU Juri Ardiantoro Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Sigit Pamungkas, serta Ida Budhiati memimpin rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Legislatif 2014 hari terakhir di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (9/5). ANTARA/Yudhi Mahatma

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menetapkan mekanisme registrasi bagi pemohon perkara sengketa hasil pemilu legislatif. Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Mahkamah Konstitusi Budi Achmad Djohari, permohonan sudah dimulai Jumat malam lalu, 1 Mei 2014, dan ditutup malam ini. (Baca: 11 Jam Sebelum Tutup, Baru 2 Perkara yang Masuk MK)

Menurut dia, pengajuan pemohon dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, mendatangi kantor Mahkamah Konstitusi untuk mendaftarkan gugatan dan langsung membawa berkas perkara. Kedua, dengan cara online, faksimile, dan e-mail untuk memberitahukan adanya permohonan. "Tapi tetap harus langsung ke Mahkamah Konstitusi untuk memberikan berkas perkara yang akan diajukan," kata Budi, Senin, 12 Mei 2014.

Berikut ini tahapan permohonan pengajuan perselisihan hasil pemilu legislatif hingga sidang.

1. Pengajuan permohonan sejak 9 Mei 2014 hingga Senin, 12 Mei 2014, baik berupa online, faksimile, maupun e-mail. Pemenuhan berkas perkara harus diberikan langsung ke Mahkamah Konstitusi hingga batas waktu yang ditetapkan, yakni 12 Mei 2014 tepat pukul 23.51 WIB. (Baca: MK Siap Tangani Sengketa Pemilu Legislatif)

2. Setelah pengajuan akan dikeluarkan tanda terima permohonan pemohon sebanyak tiga rangkap. Pertama untuk pemohon, yang kedua untuk diversifikasi, dan yang ketiga untuk arsip Mahkamah Konstitusi.

3. Setelah pengajuan, pemohon akan mendapatkan Tanda Terima Permohonan Pemohon (TTPP).

4. Pendataan permohonan.

5. Pemeriksaan kelengkapan permohonan.

6. Berkas yang telah diversifikasi akan dimasukkan ke dalam Buku Penerimaan Permohonan (BPP).

7. Jika berkas lengkap, akan diterbitkan Akta Permohonan Lengkap (APL) yang akan diberikan kepada pemohon.

8. Setelah diterbitkan Akta Permohonan Lengkap maka Mahkamah Konstitusi akan menerbitkan Akta Penerimaan Permohonan Pemohon (APPP) pada Senin, 12 Mei 2014

Jika berkas permohonan tidak lengkap:

9. Pemohon diberikan waktu 3 x 24 jam terhitung dari 12 Mei hingga 15 Mei 2014 untuk melengkapi permohonan dan menerbitkan Akta Permohonan Tidak Lengkap (APTL).

10. Jika lengkap, Akta Permohonan Lengkap dikeluarkan paling lambat pada saat terbitnya Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK), Kamis, 15 mei 2014.

11. Kamis, 15 Mei 2014. Akta Perkara Registrasi Perkara Konstitusi akan diterbitkan.

Setelah registrasi rampung, MK mulai sidang 23 Mei 2014 dan perkara akan diputus pada 27 Juni dan 30 Juni 2014.

SAID HELABY









Terpopuler:
Banjir Protes, Menteri Kominfo Buka Blokir Vimeo
Hindari Impor, Jokowi Pasok Beras DKI dari Sulsel
Unilever Akan Ganti Kerusakan di Taman Bungkul

Berita terkait

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

1 hari lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

2 hari lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

2 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

2 hari lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

2 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

2 hari lalu

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.

Baca Selengkapnya

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

2 hari lalu

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

3 hari lalu

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

Dalam Revisi UU Kementerian Negara, tim ahli mengusulkan agar jumlah kementerian negara ditetapkan sesuai kebutuhan presiden.

Baca Selengkapnya

Bawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024

3 hari lalu

Bawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024

Bawaslu menyatakan PKPU tentang pencalonan diperlukan untuk menghindari sengketa pada proses Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

3 hari lalu

Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

Mantan Menko Polhukam, Mahfud Md, mengungkapkan bahwa revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengganggu independensi hakim.

Baca Selengkapnya