TEMPO.CO, Bandung - Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, dengan situasi kampanye saat ini, angka partisipasi publik pada pemilihan umum bisa anjlok. "Masyarakat yang menggunakan hak pilihnya kemungkinan turun di angka 60 persenan, Saya berharap di atas itu," katanya kepada Tempo, Selasa, 25 Maret 2014.
Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2009 adalah 71,1 persen. Tahun ini KPU menargetkan tingkat partisipasi mencapai 75 persen. Menurut Asep, meski sudah memasuki pekan kedua, kampanye tampak kurang gereget dan minim kualitas. "Ada kemeriahan, tapi kurang kualitas," kata dia.
Menurut Asep, salah satunya alasannya, partai masih belum bisa menyampaikan janji politiknya kepada publik secara efektif. Dia juga menilai cara kampanye partai masih standar. "Blusukan ke sana-sini tapi orang juga enggak kenal mereka. Memangku orang, usap anak kecil. Apa substansinya," ujarnya.
Penggunaan dana yang dikumpulkan partai politik untuk kampanye juga tidak efektif karena hanya berfokus pada alat peraga. Diskusi dan dialog soal program partai politik juga minim.
Asep juga pesimistis figur presiden yang diusung partai politik untuk mengerek suara seperti Jokowi atau Prabowo Subianto bakal efektif. Sebab pemilu legislatif tetap bergantung pada kualitas partai itu secara keseluruhan dan figur calon legislatornya.
Dia juga menyayangkan komunikasi dan koordinasi yang dibangun partai dalam kampanye saat ini yang tidak maksimal. Caleg partai cenderung saling menonjolkan ego, bukan partai. "Mereka juga baru muncul sekarang," kata Asep.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, punya pandangan senada. Menurut hitungannya, angka partisipasi publik pada pemilu legislatif nanti hanya sekitar 60 persen. "Harapan saya, golput tidak lebih dari 30 persen. Tapi kalau lihat situasi saat ini mungkin di atas 40 persen," katanya.
Menurut Muradi, publik cenderung tidak tertarik datang ke TPS karena situasi kampanye yang cenderung monoton dan membuat publik jenuh. Dia juga menyatakan tidak ada terobosan yang berbeda dari sebelumnya. "Bikin panggung, nyanyi-nyanyi, bagi-bagi makanan. Kalau melihat dinamikanya, memang pbulik jenuh, dan antipati dengan pemilu sekarang ini," ujarnya.
AHMAD FIKRI