Lukman Hakim Syaifuddin. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
TEMPO.CO , Jakarta -- Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin mempertanyakan putusan uji materi Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh Mahkamah Konstitusi.
Dia heran kenapa pemilu diputuskan serentak tapi aturan presidential threshold dipertahankan. "Untuk apa lagi ada presidential threshold? Toh, sudah serentak pemilunya," kata Lukman dalam diskusi bertajuk "Dramaturgi Pemilu Serentak" di Jakarta, Sabtu, 25 Januari 2014.
Menurut Lukman, presidential threshold atau ambang batas perolehan suara legislatif untuk mengajukan calon presiden sudah tak relevan. Pasalnya, pemilu legislatif dan pemilu presiden sudah dilaksanakan bareng. Dengan begitu, kata Lukman, partai politik tak perlu lagi memenuhi syarat presidential threshold buat mencalonkan presidennya. "Harusnya MK menghapus presidential threshold juga," katanya.
Kamis lalu, MK membacakan putusan uji materi Undang-Undang Pemilhan Presiden dan Wakil yang mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Dalam putusan itu, MK salah satunya membatalkan Pasal 3 ayat (5) UU Pilpres yang mengatur pemilu presiden-wakil presiden dilaksanakan setelah pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Putusan itu membuat pemilu legislatif dan pemilu presiden diadakan secara serentak.
Namun MK tetap tak membatalkan Pasal 9 UU Pilpres yang digugat oleh pemohon, Effendi Ghazali. Pasal 9 UU Pilpres mengatur hanya partai politik atau gabungan parpol yang mendapatkan 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif yang bisa mengajukan calon presiden dan wakilnya. Tak dihapusnya pasal 9 itu membuat Lukman menilai putusan MK tak relevan dengan putusan pemilu serentak.