Membedah Dissenting Opinion Hakim MK dalam Putusan Sengketa Pilpres 2024

Reporter

Khumar Mahendra

Editor

Dwi Arjanto

Selasa, 23 April 2024 20:42 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (tengah) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 22 April 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna

TEMPO.CO, Jakarta - Sidang putusan Mahkamah Konstitusi atau MK mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau Sengketa Pilpres 2024 diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat. Hal itu dinyatakan oleh tiga hakim MK, yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Lantas, apa itu dissenting opinion?

Dissenting opinion bukan lagi menjadi istilah asing dalam dunia hukum. Dikutip dari jurnal Kedudukan Dissenting Opinion Sebagai Ekspresi Kebebasan Tertinggi Hakim, dissenting opinion terjadi karena perbedaan atau pemahaman pendapat antara hakim yang ada mengenai perkara yang sedang ditanganinya. Tepatnya, ini adalah perbedaan pendapat antara hakim (minoritas) dengan hakim lain saat mengambil keputusan dalam persidangan.

Pada dasarnya dissenting opinion merupakan wujud dari kemandirian seorang hakim dalam memutus suatu perkara. Dissenting opinion dilandasi dari keyakinan-keyakinan hakim baik dari norma dan aturan hukum. Dissenting opinion juga diartikan sebagai salah satu mekanisme yang memberikan kesempatan kepada hakim untuk mempertahankan kebenaran yang diyakininya.

Dilansir dari publikasi Dissenting Opinion Dalam Putusan Perkara Perdata, dissenting opinion berasal dan kerap digunakan di negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon seperti Amerika Serikat dan Inggris. Pada sistem tersebut, dissenting opinion digunakan jika terjadi perbedaan pendapat antara seorang hakim dengan hakim lain yang putusannya bersifat mayoritas.

Sebelumnya, Dissenting Opinion memang tidak diterapkan dalam sistem hukum Indonesia. Ini karena hukum Indonesia lebih condong menganut sistem Eropa Kontinental atau Civil Law System yang tidak mengenal Dissenting Opinion. Dikutip dari jurnal Dissenting Opinion Hakim Pada Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Merek Terkenal Yumi Katsura dan Prada, dissenting opinion pertama kali di Indonesia muncul dalam kasus perdata di bidang kepailitan.

Advertising
Advertising

Kala itu, Hakim Ad Hoc Eliyana menyatakan dissenting opinionnya dalam putusan nomor 71/Pailit/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst, meski belum ada peraturan yang mengatur dissenting opinion saat itu. Oleh karena itu, Mahkamah Agung (MA) membentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Hakim Ad Hoc sebagai dasar hukum berlakunya dissenting opinion.

Sejak 2004, Indonesia mulai mengadopsi dissenting opinion dari sistem hukum common law ke dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 19 ayat (4) dan ayat (5) menyatakan setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Meskipun terdapat dissenting opinion dari beberapa hakim, pendapat itu tetap dicantumkan dalam putusan.

Lebih lanjut, dissenting opinion lebih banyak digunakan MK dari pada Mahkamah Agung. Ini disebabkan jumlah hakim yang memutus perkara di MK lebih banyak yaitu 9 orang hakim. Lahirnya dissenting opinion dari seorang hakim tidak terlepas dari unsur pertimbangan hukum (legal reasoning) yang merupakan unsur subjektif hakim dalam memaknai atau menafsirkan berbagai peraturan untuk menjatuhkan putusan.

Pencantuman dissenting opinion dalam putusan bersifat imperative atau mandatory, karena wajib dimuat dalam putusan. Dari dissenting opinion tersebut, dapat diketahui dan tergambar dasar-dasar pertimbangan dan pendapat individu anggota majelis yang menangani perkara.

Meskipun dissenting opinion diperlukan, namun perbedaan pendapat yang disatukan dalam naskah putusan tidak banyak bermanfaat bagi para pihak, khususnya bagi pihak yang dikalahkan dalam peradilan model civil law system seperti Indonesia. Sebab, civil law system menghendaki putusan definitif, bulat, dan utuh.

KHUMAR MAHENDRA | ANANDA BINTANG PURWARAMDHONA
Pilihan editor: Dissenting Opinion 3 Hakim MK Dipuji Ganjar, Mahfud Md dan PDIP

Berita terkait

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

1 hari lalu

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

Palguna heran mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan adalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Baca Selengkapnya

Mantan Ketua MK: Revisi UU MK Ancam Posisi Hakim Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih

1 hari lalu

Mantan Ketua MK: Revisi UU MK Ancam Posisi Hakim Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih

Mantan Ketua MK menyebut revisi UU MK akan mengancam posisi hakim konstitusi Saldi isra dan Enny Nurbaningsih.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

1 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

2 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

Anwar Usman Dilaporkan Dugaan Pelanggaran Etik ke MKMK, MK: PHPU Pileg Tetap Jalan

2 hari lalu

Anwar Usman Dilaporkan Dugaan Pelanggaran Etik ke MKMK, MK: PHPU Pileg Tetap Jalan

Hakim konstitusi Anwar Usman tetap menangani sengketa pileg meskipun dilaporkan soal dugaan pelanggaran etik ke MKMK. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Hakim MK Singgung Potensi Masalah Sirekap di Pilkada 2024, Ini Kata Eks Komisioner KPU

7 hari lalu

Hakim MK Singgung Potensi Masalah Sirekap di Pilkada 2024, Ini Kata Eks Komisioner KPU

Mantan KPU Hadar Nafis Gumay menanggapi hakim MK Arief Hidayat yang menyinggung potensi masalah Sirekap pada pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Beri Catatan Soal Sirekap Menjelang Pilkada Serentak: Memang Tidak Bisa Digunakan

9 hari lalu

Hakim MK Beri Catatan Soal Sirekap Menjelang Pilkada Serentak: Memang Tidak Bisa Digunakan

Hakim MK kembali menyinggung soal Sirekap yang digunakan dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Arsul Sani Guyon Soal Kekalahan MU di Sidang PHPU Pileg 2024

11 hari lalu

Hakim MK Arsul Sani Guyon Soal Kekalahan MU di Sidang PHPU Pileg 2024

Hakim MK Arsul Sani sempat berkelakar dengan Komisioner KPU di ruang sidang soal kekalahan tim sepak bola favoritnya, Manchester United.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

13 hari lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

13 hari lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya