Politikus PDIP Sebut Risma Masih Punya Pengaruh di Pilkada Surabaya, Ini Alasannya
Reporter
Tempo.co
Editor
Sapto Yunus
Senin, 8 April 2024 06:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma dinilai masih memiliki pengaruh untuk menarik dukungan publik bagi pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota di pemilihan kepala daerah atau Pilkada Surabaya 2024. Hal itu disampaikan oleh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Fuad Bernardi, di Surabaya pada Ahad, 7 April 2024.
"Kalau saya melihat di sosial media itu komentarnya kelihatan memang masih berpengaruh," kata Fuad seperti dikutip Antara.
Dia menyebutkan nama Risma sudah melekat dan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kota serta warga Surabaya. Faktornya adalah mengacu pada beragam inovasi kinerja pembangunan yang acap kali dilakukan Risma selama menjabat Wali Kota Surabaya dua periode pada 2010-2015 dan 2015-2020.
"Jarang ada seorang pemimpin yang sudah tidak menjabat, tetapi efeknya masih dirasakan oleh masyarakat," ujar putra sulung Risma ini.
Fuad mengaku belum mengetahui arah dukungan Menteri Sosial itu di Pilkada Surabaya 2024. Sebab, kata dia, sampai saat ini ibunya itu belum mengambil langkah, meski tetap berperan dalam menentukan usulan rekomendasi untuk kontestasi tingkat kota.
"Beliau juga ketua DPP PDI Perjuangan, jadi memang untuk saran memang termasuk yang didengarkan pada saat rekomendasi Pilkada 2024," tutur Fuad.
Namun, kata dia, bakal calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya tak bisa menggantungkan nasib di tangan Risma, termasuk pasangan yang diusung oleh PDIP.
Dia meminta setiap pasangan yang muncul di dalam perebutan pucuk pimpinan di Kota Surabaya berjuang memakai cara sendiri-sendiri, kemudian saling beradu gagasan dan program, bukan sebatas mengandalkan nama Risma. Apalagi saat ini masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan rekam jejak seseorang hanya dengan mengakses Internet.
"Kalau misal hanya bersandar karena endorse Bu Risma, maka itu (bukan) zamannya lagi. Terpenting adalah bagaimana calonnya harus memiliki program yang jelas," ucap dia.
Risma Bisa Jadi Penantang Khofifah di Pilkada Jatim 2024
Sebelumnya, Direktur Acurrate Research and Consulting Indonesia (Arci) Baihaki Siradj mengatakan peluang Risma menantang Khofifah Indar Parawansa pada pemilihan gubernur atau Pilgub Jawa Timur 2024 terbuka bila PDIP berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
<!--more-->
Menurut dia, dalam survei yang ia lakukan belum lama ini, elektabilitas Khofifah memang tertinggi dibandingkan pesaing terdekatnya, yakni Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Risma. Namun, bila PDIP bersedia berkoalisi dengan PKB, Pilgub Jatim 2024 masih kompetitif.
“Tatkala nanti Risma berkoalisi dengan PKB, ini yang bisa memberi suatu pukulan terhadap Khofifah-Emil Dardak,” kata Baihaki saat dihubungi, Ahad, 31 Maret 2024.
Baihaki menuturkan massa akar rumput PDIP dan PKB punya irisan kuat di Jawa Timur sejak lama. Sehingga, bila dua partai politik berbasis nasionalis dan religius moderat tersebut berkoalisi, mereka bakal mampu menyulitkan Khofifah-Emil Dardak.
“Saya kira (PDIP dan PKB) masih bisa realistis karena kedua partai politik ini keinginannya sama. Tinggal Cak Imin nanti bagaimana, apakah maju ke Pilgub Jatim atau tidak,” kata dia.
Nama Cak Imin dihubungkan dengan Pilgub Jatim 2024 setelah hasil survei Arci yang dilansir pada Kamis, 28 Maret 2024, menempatkan elektabilitasnya di bawah Khofifah. Meski belum kompetitif untuk menandingi Khofifah, Cak Imin mendapat sambutan positif dari responden.
Dalam survei Arci yang dilakukan pada 15-23 Maret 2024, elektabilitas Khofifah mencapai 41,5 persen; Muhaimin 17,2 persen; Risma 11,3 persen; Ketua Gerindra Jawa Timur Anwar Sadad 10,5 persen; Ketua Golkar Jawa Timur Sarmuji 8,2 persen; dan mantan Bupati Sumenep Ahmad Fauzi 8,1 persen.
Saat dilakukan simulasi tertutup untuk tiga nama teratas, elektabilitas Khofifah meningkat 47,2 persen; Cak Imin 21,5 persen; dan Risma 19,7 persen. Khofifah yang telah mendeklarasikan diri akan maju ke periode kedua bersama Emil Dardak telah mendapat dukungan Partai Golkar, Demokrat, Gerindra, dan PAN.
Namun, jika PDIP berkoalisi dengan PKB untuk menantang Khofifah-Emil, Baihaki mengatakan mereka tetap akan memecah suara warga Nahdlatul Ulama (NU).
“Pastinya pecahnya suara NU tak dapat dihindari bila PKB punya calon sendiri. Karena bakal ada warga Nahdliyin yang ke Bu Khofifah dan sebagian lagi ke calon yang diusung PKB,” ujar Baihaki.
<!--more-->
Adapun pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Aribowo, mengatakan walaupun hasil survei menunjukkan Khofifah dominan sebagai calon gubernur, sebenarnya belum aman dari segi perolehan suara. Sehingga, kata dia, masih terbuka peluang bagi Risma didorong PDIP untuk menyaingi Ketua Umum Muslimat NU itu.“Dan Risma ini potensial, dia bisa menang,” kata Aribowo.
Namun, bila menilik pada perkembangan konstelasi politik terbaru, menurut Aribowo, sedikit banyak dapat mempengaruhi majunya Risma ke Pilgub Jawa Timur, karena saat ini hubungan PDIP dengan Jokowi telah berantakan.
“Dulu ketika PDIP dan Istana, dalam hal ini Jokowi, masih padu, basis material PDIP tak jadi soal. Tapi dalam kondisi seperti ini, mencari basis materialnya agak susah juga. Apakah PDIP mau membiayai sendiri pencalonan Risma?” kata Aribowo.
KUKUH S. WIBOWO | ANTARA
Pilihan editor: Beda Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Jemaah Aolia yang Rayakan Idulfitri Duluan