Kapok Pemilu Borongan, Ini Evaluasi Perludem

Reporter

Friski Riana

Sabtu, 11 Mei 2019 12:25 WIB

Pemilih memasukkan surat suara saat Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 17 kelurahan Rimuku, Mamuju, Sulawesi Barat, 27 April 2019. Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) di 10 TPS yang berlokasi di lima Kecamatan di Kabupaten Mamuju karena banyaknya indikasi pelanggaran yang melibatan anak - anak mencoblos dan warga melakukan pencoblosan menggunakan formulir C6 orang lain. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengaku kapok dengan model pemilu borongan, yaitu lima surat suara sekaligus.

Baca juga: Hindari Molornya Rekapitulasi, Bawaslu Minta Penambahan Panel

"Ada beberapa problem yang buat kami kapok dengan pemilu borongan. Sesungguhnya belum ada pemilu serentak," kata Titi dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 11 Mei 2019.

Titi mengatakan, Pemilu 2019 lebih tepat disebut borongan karena desain keserentakannya tidak sesuai dengan yang semula diusulkan, yaitu pemilihan nasional terpisah dengan daerah. Misalnya, pemilihan presiden (tanpa ambang batas pencalonan presiden) berbarengan dengan DPR dan DPD, kemudian selang 2 tahun digelar pemilihan kepala daerah bersamaan dengan DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Akibat dilaksanakan lima pemilihan sekaligus, kata Titi, ada banyak implikasi yang terjadi. Salah satunya, pemilu 2019 dirasa kurang adil bagi pemilih terkait keterbatasan pilihan presiden dan akses informasi mengenai calon legislatif. "Pemilihan legislatif kita di bawah bayang-bayang pilpres."

Advertising
Advertising

Titi mengatakan, Pemilu 2019 juga dirasa kurang adil bagi penyelenggara pemilu karena terbebani lima surat suara sekaligus. Di satu sisi, menurut Titi, para penyelenggara pemilu bekerja tidak manusiawi karena bekerja di bawah pertarungan yang terpolarisasi dan penuh kecurigaan. "Juga pasal-pasal yang siap mengkriminalisasi," ujar dia.

Titi pun meminta kepada para pembuat kebijakan agar kembali pada orisinalitas desain keserentakan pemilu yang didorong. "Beri lah keragaman pilihan kepada warga negara. Indonesia 250 juta lebih penduduknya, pemilihnya 190 juta. Kita sudah biasa beragam," kata Titi.

Berita terkait

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

39 menit lalu

Standard Chartered Perkiraan Pertumbuhan PDB Indonesia 2024 Menjadi 5,1 Persen

Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB Indonesia tahun 2024 dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

3 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

3 hari lalu

Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan, badan Adhoc Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), harus diseleksi lebih ketat dan terbuka untuk menghindari politik transaksional.

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

3 hari lalu

Pakar Hukum Unand Beri Catatan Putusan MK, Termasuk Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi

Pakar Hukum Universitas Andalas atau Unand memberikan tanggapan soal putusan MK dan dissenting opinion.

Baca Selengkapnya

Tim Joe Biden akan Terus Gunakan TikTok untuk Kampanye Walau Dilarang DPR

3 hari lalu

Tim Joe Biden akan Terus Gunakan TikTok untuk Kampanye Walau Dilarang DPR

Tim kampanye Joe Biden berkata mereka tidak akan berhenti menggunakan TikTok, meski DPR AS baru mengesahkan RUU yang mungkin melarang penggunaan media sosial itu.

Baca Selengkapnya

Perludem Sebut MK Masih Jadi Mahkamah Kalkulator

4 hari lalu

Perludem Sebut MK Masih Jadi Mahkamah Kalkulator

Perludem menyatakan bahwa MK masih menjadi 'mahkamah kalkulator' karena putusan sengketa pilpres masih berlandaskan selisih hasil suara.

Baca Selengkapnya

Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

8 hari lalu

Pemilu Rawan Politik Uang Kaesang Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Bedanya dengan Proporsional Terbuka

Ketua Umum PSI yang juga putra Jokowi, Kaesang Pangarep usulkan pemilu selanjutnya dengan sistem proporsional tertutup karena marak politik uang.

Baca Selengkapnya

Menkominfo Ungkap Kesan Pertemuan Tim Cook Apple dan Prabowo

10 hari lalu

Menkominfo Ungkap Kesan Pertemuan Tim Cook Apple dan Prabowo

Budi Arie Setiadi mengatakan Tim Cook mengapresiasi hasil pemilu presiden Indonesia atas terpilihnya Prabowo.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Pelaksanaan Pemilu 2019, Pertama Kalinya Pilpres dan Pileg Serentak

11 hari lalu

Kilas Balik Pelaksanaan Pemilu 2019, Pertama Kalinya Pilpres dan Pileg Serentak

Hari ini, 17 April 2019 atau Pemilu 2019 pertama kali Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) dilakukan secara serentak.

Baca Selengkapnya

Perludem Serukan Mahkamah Rakyat untuk Koreksi Pilpres 2024

13 hari lalu

Perludem Serukan Mahkamah Rakyat untuk Koreksi Pilpres 2024

Perludem menyoroti perlunya Mahkamah Rakyat untuk mengoreksi proses Pilpres 2024 dan memastikan keadilan dalam sistem demokrasi.

Baca Selengkapnya