KSP Minta Masyarakat Kritisi Ancaman Pidana bagi Ajakan Golput
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Tulus Wijanarko
Kamis, 28 Maret 2019 14:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodawardhani mengajak masyarakat untuk mengkritisi Pasal 515 dan Pasal 531 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal ini mengatur tentang ancaman pidana bagi pihak-pihak yang mengajak orang lain untuk tidak memilih atau golput saat pemilu.
Menurut Dhani, panggilan akrab Jaleswari, ketentuan yang tertulis dalam pasal tersebut masih belum jelas. "Kita juga perlu mengkritisi, misalnya, yang dimaksud mobilisasi, unsur kekerasan, dan lain-lain itu, apa?," katanya dalam diskusi Legitimasi Pemilu dan Peningkatan Partisipasi Pemilih di Hotel Mercure Sabang, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019.
"Apa definisi kekerasan itu? Apakah intimidasi atasan ke bawahan dianggap kekerasan? Apakah wisata religi dengan mobilisasi orang kekerasan? bukan sekadar mobilisasi, tapi lihat niat di balik pelakunya juga," ucap Dhani.
Pasal 515 dalam UU tersebut berbunyi 'Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tert€ntu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)'.
Adapun Pasal 531 berbunyi 'Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)'.
Meski begitu, kata Dhani, informasi tentang ancaman pidana ini tetap penting disampaikan kepada publik. Ia pun berharap angka partisipasi pemilih dalam pemilu 2019 tinggi.
Ia beralasan pemilu kali ini berlangsung secara serentak. Ada lima kertas suara yang harus dicoblos oleh warga untuk memilih presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Ini bukan sekedar pemilihan pesiden, tapi ada pemilihan legislatif, dan lain-lain. Jadi ketika kita tidak datang, kita telah menggugurkan hak pilih kita. Padahal ada kepentingan publik yang perlu diperjuangkan," ujarnya.