TEMPO.CO, Kediri - Tawaran untuk maju menjadi calon legislatif atau caleg dari PKB untuk DPRD Kota Kediri itu malah membuat Nowo Doso Sami Raharjo pusing. "Saya cuman jualan kopi,Tidak pernah terpikir menjadi anggota dewan," kata Nowo, begitu ia biasa disapa kepada Tempo, Jumat, 5 Oktober 2018. "Uang kampanye dari mana."
Baca: Abdul Hakim, Caleg Muda PAN, Gaet Milenial Lewat Lapangan Kerja
Nowo adalah seorang pedagang kopi yang ada di kawasan Stasiun Kereta Api Kediri. Menggunakan gerobak kayu dan etalase kecil, Nowo biasa mangkal di sana seharian. Tiga bangku kayu dan meja panjang diletakkan di samping gerobak sebagai tempat duduk konsumen.
Di bangku itu, dia harus berbagi tempat dengan penjual mie ayam dan soto Lamongan yang meletakkan gerobak berdekatan. Sepanjang pagi hingga sore, ketiga penjual makanan dan minuman ini menanti turunnya penumpang kereta api yang kelaparan. “Karyawan stasiun juga banyak kesini karena harga di dalam mahal,” kata Nowo.
Di kawasan stasiun, pria kelahiran 23 Mei 1983 ini cukup dikenal. Selain lahir di kawasan itu, Nowo dan keluarganya juga menjadi pemilik sejumlah warung di kawasan stasiun. Kakak perempuannya menunggui warung kecil di sebelah selatan stasiun, sedangkan Nowo tepat di jalur utama yang lebih ramai. Sebelum terkena gusur petugas PT Kereta Api Indonesia, ibunya juga mendirikan warung di jalur itu.
Meski bukan politikus, Nowo cukup lekat dengan proses politik, khususnya pemilihan anggota dewan dan kepala daerah. Dia dan kakak-kakaknya kerap dimintai tolong menjadi relawan para caleg untuk mencari massa.
Aktivitas itu pula yang mendekatkan Nowo pada pengurus PKB dan NU di Kota Kediri. Hingga, seorang pengurus PKB mengontaknya untuk menawarkan kursi caleg DPRD Kota Kediri. Di partai pimpinan Muhaimin Iskandar ini, Nowo mendapat jatah di urutan kesembilan. “Tawaran itu diberikan dua hari menjelang penutupan pendaftaran,” kata Nowo.
Nowo bingung dengan tawaran ini. Salah satu ganjalannya adalah duit untuk kampanye. Namun, belakangan pengurus PKB menjajikan Nowo bisa kampanye cuma-cuma. Partai yang akan membiayai seluruh pengeluaran Nowo. Berbekal restu sang Ibu, Nowo setuju.
Sejak persiapan pendaftaran yang meliputi tes kesehatan hingga alat peraga kampanye dan kartu nama seluruhnya dibiayai PKB. Nowo juga tak perlu repot mengurus administrasi karena diambil alih partai. “Kalau ngurus sendiri malah bingung saya,” katanya.
Meski seluruh kebutuhan dipenuhi partai, Nowo mengatakan tetap menyediakan dana untuk kampanye sebesar Rp 10 juta. Uang yang disisihkan dari hasil warung itu akan dialokasikan untuk memperbanyak alat peraga kampanye. Selebihnya dia tak memberikan dana apapun kepada calon pemilihnya. “Paling juga ngopi gratis bagi teman-teman yang membantu,” katanya.
Nowo juga tak merekrut relawan. Alasannya cukup rasional, seluruh saudaranya siap menjadi relawan secara cuma-cuma. Jika pada pemilu sebelumnya mereka bekerja untuk caleg tertentu, kali ini bersepakat mendukung Nowo duduk di kursi dewan. Jaringan tukang becak, tukang ojek, pedagang kaki lima, teman sekolah, hingga teman pengajian diyakini bisa mencapai perolehan suara yang ditetapkan partai sebesar 2.500 orang.
Jabatan Nowo sebagai ketua paguyuban pedagang kaki lima, tukang ojek, dan tukang becak stasiun membantunya memenuhi target itu. “Setiap tukang becak, PKL, dan tukang ojek bisa mengerahkan keluarga dan teman mereka untuk mendukung saya,” katanya.
Nowo berjanji untuk tetap berperilaku sederhana dan berteman dengan mereka jika kelak terpilih menjadi anggota dewan. Bahkan dia tak akan menutup warung kopinya di trotoar stasiun.
Yang jelas, tugasnya saat ini sedikit lebih berat. Selain persiapan kampanye,
Caleg nomor urut 9 ini mulai mempelajari tugas anggota dewan dan berbicara di depan umum. “Saya lihat di televisi tugas dewan adalah
monitoring dan membuat undang-undang,” kata Nowo yang merupakan lulusan Sekolah Teknik Menengah jurusan Mesin ini.