TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari mengatakan saat ini setiap partai habis-habisan menjual keunggulan, saling klaim keberhasilan, hingga mengganti materi kampanye.
Misalnya, Partai Golkar yang bernostalgia pada masa orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto, atau Partai Gerindra yang mengungkit-ungkit perjanjian lama dengan PDI Perjuangan. "Kalau lihat dari sudut pandang partai, semuanya sah-sah saja dilakukan, meskipun saling bertentangan," kata Qodari saat dihubungi Tempo, Senin, 31 Maret 2014.
Menurut Qodari, wajar adanya jika terjadi pergeseran-pergeseran materi kampanye, seperti Partai Demokrat yang tak mungkin lagi mengusung jargon antikorupsi. "Jika mereka lakukan itu, akan menjadi blunder," kata dia.
Oleh karena itu, kampanye Demokrat sekarang lebih banyak mengusung kesuksesan dan pencapaian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Mengusung keberhasilan pemerintahan ini merupakan pendekatan yang logis, rasional, dan efektif, masyarakat masih bisa lihat hasil dari pemerintahan SBY," kata dia.
Kemudian soal kampanye Golkar yang mengingatkan pada masa pemerintahan orde baru, menurut Qodari juga efektif karena menurut hasil riset, sebagian besar masyarakat kecewa dengan pemerintahan saat ini. "Kalau kecewa kan pilihannya dua, maju atau mundur, ternyata banyak yang lebih suka pemerintahan Soeharto," katanya.
Untuk suara, menurut Qodari, suara PDI Perjuangan berpotensi pindah ke Gerindra karena mereka menyasar kelas yang sama, yakni kelas menengah ke bawah. "Tinggal bagaimana tokoh-tokoh kedua partai tersebut mempengaruhi pemilih," ujar dia.
Kemudian, Gerindra dan PDI Perjuangan juga berpotensi merebut suara Demokrat yang kecewa dengan pemerintahan saat ini. "Golkar juga bisa mendapat suara Demokrat, dulu kan suara Demokrat berasal dari Golkar, karena kecewa, mereka bisa balik lagi," katanya.
TIKA PRIMANDARI
Terpopuler:
Yenny Wahid: Ubah Kata Cina Tak Hapus Diskriminasi
Agnes Monica Kalahkan Miley Cyrus di MTV
Cari MH370, TNI AU Menyisir Pulau Rondo Aceh